Seorang gadis tampak risau,
mondar-mandir kesana kemari. Meluaskan pandangannya ke segala arah mencari
sosok di tunggunya sejak satu jam yang lalu. Di lihat lagi jam yang terpasang
manis di lengan kirinya sudah menunjukkan pukul 21.00. Sudah hampir larut ternyata.
Awan gelap tanpa di hiasi gemerlap bintang menjadi saksi penantian itu. Karena
sudah lelah menunggu orang yang tak kunjung datang, dia pun meninggalkan tempat
itu dengan kepingan hati yang rapuh.
***
“Yuki!”
Sang empunya nama pun menoleh ke
arah suara, lalu di dengan sigap membalik badannya dan mendelik ketika ia tahu
orang yang memanggilnya itu. Yuki
beranjak dari tempat duduknya. Ketika ia hendak meninggalkan orang itu ada
sebuah tangan kekar memegang tangannya yang lebih kecil itu. Dengan sekuat
tenaga Yuki menepis tangan itu, namun itu tak membuat cengkraman tangan kekar
itu lepas dari tangan Yuki.
“mau lo apa sih?” Tanya Yuki
dengan penuh kekesalan.
“lo kenapa sih, Yuk?!” ucap orang
itu tanpa menjawab pertanyaan dari Yuki.
“lo Tanya gue kenapa? Tanya aja
ke diri lo sendiri?” orang itupun terdiam, memikirkan apa kesalahannya.
Perlahan tangan orang itu terlepas dari tangan Yuki.
“soal kemaren yaa? Sorry gue
lupa. Seriusan!” orang itu terduduk lemas di bangku yang tadi di duduki oleh
Yuki. Dia tampak menyesal dengan perbuatannya. Yuki pun tak tega melihat
sahabatnya ini. Diapun duduk di sebelah orang itu. Yuki memang tidak bisa
terlalu lama marah pada sahabatnya itu. Apalagi ketika melihat mata coklat
teduh yang nan indah itu.
“maaf.” terdengar lagi suara
lirih dari sahabatnya itu.
“iya gue maafin.” Ucap Yuki pada
akhirnya. “emangnya kemaren lo kemana?” Tanya Yuki.
“mmm, kemaren gue ketemuan sama
Audi.” Ucap orang itu dengan hati-hati, dia takut Yuki marah padanya, apalagi
hal itu merupakan hal yang membuat dia lupa akan janjinya pada Yuki.
“oh..” jawab Yuki singkat.
“lo gak marah, kan?” sebenarnya
ingin sekali Yuki marah, hatinya sakit. Sudah lebih dari dua kali sahabatnya
itu lupa dengan janjinya dengan alasan ketemuan dengan orang lain yang kebanyakan
dri mereka adalah para gadis. Hatinya seperti di tusuk ribuan jarum. Namun apa
boleh buat, karena posisinya saat ini hanya sebagai sahabat.
“hh, ngapain gue marah?!” ucap
Yuki menyembunyikan rasa sakitnya. “eh, ya, Stef. Gimana pertemuan lo sama Audi?
Sukses?” tanyanya berpura-pura. Jujur saja Yuki takut apabila mengetahui respon
baik dari Stefan, dan itu tandanya Stefan sudah menemukan gadis yang cocok
untuknya. Namun rasa penasarannya mampu mengalahkan rasa takutnya, sehingga dia
berani menanyakan hal tersebut.
“sukses sih, tapi gue gak suka
sama dia.” Jawaban Stefan dapat membuat Yuki merasa sedikit lega. Yuki
menyerngitkan alisnya seakan bertanya ‘kenapa?’, ada secercah harapan di
hatinya. Seakan mengerti maksud dari ekspresi Yuki, Stefanpun menjawab, “gue
ngerasa gak cocok aja.”
Yuki hanya mangut-mangut
meresponnya. Di hati kecilnya dia merasa senang karena Stefan merasa tidak
cocok dengan gadis itu.
“Yuk, lo kok ngelamun sih?!” ucap
Stefan tiba-tiba.
“hah, gak kok, hehe.” Jawab Yuki
gelagapan. “eh Fan, ntar sore jalan yuk! Bosen nih diem terus di rumah.” Ajak
Yuki.
“yaah, Yuk, sorry bukannya gue
gak mau tapi gue mau jalan sama Voke, hehe maaf yaa.” Tolak Stefan dengan
lembut, dia merasa tak enak pada Yuki karena telah menolak ajakan Yuki, tapi dia
terlanjur ada janji sama orang lain. Sret! Hati Yuki kembali tersayat.
“oh iya deh gak apa-apa. Voke?
Siapa lagi tuh?” Tanya Yuki.
“siapa yaah? Siapa aja boleh.”
Ucap Stefan mempermainkan Yuki. Yuki hanya mendengus kesal, kali ini dia malas
menanggapi ucapan Stefan, karena dia tau, luka hatinya akan tergali lebih dalam
lagi.
“eh Fan, gue kesana dulu yaa, ada
perlu.” Yuki pun pergi meninggalkan Stefan yang saat ini sedang terheran-heran
dengan perubahan sikap Yuki tadi. Tak seperti biasanya.
Sebenarnya Yuki tidak ada perlu
dengan siapapun saat itu, dia hanya tidak tahan tegar di hadapan Stefan. Dia
takut kalau dia tidak dapat menahan air matanya di hadapan Stefan. Kini Yuki
berada di belakang sekolah, tampat favoritnya di kala suka dan duka. Ingin
sekali dia berteriak meluapkan semua rasa yang ada di hatinya, namun dia takut
ada yang mendengarkannya. Dan kala itu, Yuki hanya bisa menangis.
‘gue sayang sama lo Stef. Gue
sayang sama lo tuh lebih dari sayang sahabat. Apa lo gak ngerasain itu?’
Tak pernah berhenti mencari cinta
Slalu saja ada yang tak kamu suka
Terlalu jauh engkau melihat
Coba rasakan yang ada di sekitar mu
*bersambung :))
0 komentar:
Posting Komentar