CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Jumat, 21 Maret 2014

Cinta Karena Terbiasa


Cinta Karena Terbiasa

Ini bukanlah cerita cinta seperti cerita di negri dongeng, drama Korea dan sinetron –gaje-. Dan cerita ini juga tidak seromantis Do Min Joon dan Cha Song Yi, tidak seindah Cinderella dan pangeran.  Tapi cinta ini akan berakhir indah jika kita menjalaninya dengan ikhlas.
Muti. Seorang mahasiswi di salah satu Universitas, jurusan Fisika. Dia jago banget dalam hal coret-mencoret kertas.  Bukan hal turun-menurunkan rumus. Bahkan banyak yang bertanya-tanya dengan kehadirannya di jurusan Fisika ini, ini anak salah jurusan deh kayaknya?  Ngomong-ngomong soal ‘salah jurusan’, kayaknya emang lagi ‘HITS’ banget nih dikalangan mahasiswa. Orang pengen masuk jurusan A malah masuk ke jurusan Z. Dan hal ini, pas banget dialami sama Muti. Gadis ini memang pengen banget masuk jurusan Seni Rupa, biar jadi seniman terkenal gitu, tapi karena sesuatu –yang sulit dijelaskan- dia belok ke jurusan Fisika. Yoweslah~
Sebulan, dia memang tetap stay di Fisika. Tapi apakah ada pelajaran yang masuk? Bisa dibilang tidak. Muti masih melakukan adaptasi dengan  Fisika -hal yang kurang disukainya-. Baginya Fisika itu monster yang menyeramkan. Ergh~
Satu semester udah dilewati, dan keinginan untuk lepas dari Fisika ini semakin besar. Muti udah mencoba beradaptasi, tapi tetep aja gak bisa. –Bukan gak bisa, tapi belum bisa kali yaa-
Masuk semester dua udah banyak gembar-gembor pengen pindah jurusanlah, ikut tes sana-sinilah, itulah, inilah. Intinya mereka ingin beranjak dari jeratan ini. Sama, Mutipun ingin melakukan hal itu.  Ikut tes ulang mungkin solusi terbaik saat ini.
Menjelang tes ulang, Muti dilanda sebuah dilema. Dia terjebak antara dua pilihan. Ikut tes? Atau Stay? Disisi lain dia ingin banget masuk jurusan yang disukainya. Tapi disisi lain, dia mulai nyaman dengan keadaan di Fisika, baik teman, dosen maupun pelajarannya. Selain itupun, Muti dilanda krisis ekonomi. Gak mungkin kan harus maksain minta uang tes ke orang tua? Sedangkan orang tuanya sedang ‘sensitif’ terhadap dana.  Dari situ, Muti berfikir. Dia harus bertahan dan melawan musuh terbesarnya. Toh, cita-citanya sebagai seniman masih bisa dia raih tanpa harus dia kuliah di bidang tersebut. Asal ada tekad, dia pasti bisa. Muti menghela nafas dan bergumam “SEMANGAT! Kamu pasti bisa, Mut!”
Udah tingkat dua lagi nih, Muti senang. Karena dia dapat beradaptasi disini.  Meski dia tak semenojol teman-teman sepermainannya, dia masih bertahan di Fisika ini pun udah bersyukur banget.  Muti selalu berusaha menjadi lebih baik meski dia bukan yang terbaik. Saat rasa jenuh datang menghampirinya, dia masih tetap bisa berkarya di bidang seninya. Muti selalu ingat pesan Ibunya, “Jangan pernah jadikan hobimu jadi pekerjaan tetap.” Dari situ Muti sadar, dengan dirinya menempuh pendidikan di Fisika , dia bisa mendapatkan ilmu lain, selain seni.
Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun, Muti lewati. Muti mulai terbiasa dengan soal-soal yang –bisa dibilang- memutar-putar logikanya, turun-menurun atau tanjak-menanjak (emang ada ya? Haha) Rumus, pokoke menguras pikiran dan hati (eciyee). Dan sampai akhirnya dia lulus dan mendapat gelar S.Si dari jurusan Fisika. Alhamdulillah, Muti sangat bersyukur. Karena apa yang ditempuhnya selama ini tak sia-sia. Mulai dari melawan musuh, sulit beradaptasi, menangis, bahkan nyaris menyerah. Muti bisa, karena diaterbiasa. Terbiasa menghadapi hari yang tak biasa. Fisika memang tak bisa dia taklukan seutuhnya, tapi setidaknya Muti kini bersahabat baik dengannya.  Jadi inget kata pepatah jawa “Witing tresno jalaran soko kulino


Semoga Terinspirasi J



By : Si Pena Biru ^^

Sabtu, 17 Agustus 2013

Sebiru Hari Ini - EdCoustic



Sebiru hari ini, birunya bagai langit terang benderang

Sebiru hati kita, bersama di sini

Seindah hari ini, indahnya bak permadani taman surga
Seindah hati kita, walau kita kan terpisah


Reff:
Bukankah hati kita telah lama menyatu
Dalam tali kisah persahabatan Illahi
Pegang erat tangan kita terakhir kalinya
Hapus air mata meski kita kan terpisah

Selamat jalan teman
Tetaplah berjuang
Semoga kita bertemu kembali
Kenang masa indah kita
Sebiru hari ini


Seindah hari ini, indahnya bak permadani taman surga
Seindah hati kita, walau kita kan terpisah

intro

Reff 2x

Seindah hari ini, indahnya bak permadani taman surga
Seindah hati kita, walau kita kan terpisah


Sebiru Hari Ini - EdCoustic 

Kamis, 15 Agustus 2013

Dan Kamu #10


Hello everybodyyyyy! Aku muncul kepermukaan setelah lama menyelam hahaha kangen aku gak? *enggak yaaa? :p* yaudah deh, aku lanjut cerpen aneh ku, maaf yaa yang udah nunggu. Aku nya sedang sibuk hahaha *emang ada yg nunggu ya?* Yaudah deh, daripada banyak cincong geje dari aku mending mulai aja ya. Bismilah :) 




Happy reading guys! 



Pervious 
Cklek! Pintu terbuka. 
"Mau bertemu dengan siapa, non?" Ucap mbok Mun ketika dia melihat seorang gadis yang tersenyum dan bewajah cantik namun pucat dan matanya bengkak seperti habis nangis. Pikirnya. 
"Hmm. Kak Willynya ad..." BRUK! 



Next! 



"Hmm. Kak Willynya ad..." BRUK! 
"Astagfirullah. Non!" Teriak mbok Mun, ketika tubuh Yua tiba-tiba ambruk di hadapannya. Tubuh Yua yang memang sudah memucat bertambah pucat. Suhu badannya terasa panas namun terdengar sedikit gertakan gigi Yua. "Toloooong!" Teriak mbok Mun, membuat Mang Ujang yang sedang mengurus kebun berlari ke arah mereka. Mama Willy yang sedari tadi sibuk membaca majalahnya dengan cepat bergegas keluar untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. 
"Ya Allah, Yua." Pekik Mama Willy ketika melihat Kekasih anaknya itu tergeletak di lantai. "Mang Ujang, tolong angkat Yua ke kamar tamu. Sekarang!" Perintah Mama Willy. Terlihat jelas raut wajah panik di rona muka mama Willy, bagaimana tidak, dia mengenal Yua yang menurutnya gadis yang ceria dan manja ini, harus terkulai lemas. 



"Ini nyonya, kompresannya." Mbok Mun menyerahkan sebuah baskom yang berisi air hangat beserta lap kompres. 
"Makasih mbok." 
"Iya, nya. Kalo begitu mbok permisi dulu." 
Mama Willy hanya menanggapinya dengan senyuman. Setelah kepergian mbok Mun, mata wanita setengah baya ini terfokus pada gadis manis yang terkulai di ranjang. Dengan telaten dia mengkompres kening Yua, agar demamnya menurun. 
"Kak Willy" desah Yua. Dia mengingau memanggil nama Willy. Entah mengapa disudut matanya keluar cairan bening. Sebegitu sakitkah gadis ini? 
Mama Willy terperanjat ketika kekasih anaknya itu mengingaukan nama anak semata wayangnya itu. Ditambah lagi isakan kecil perlahan terdengar dari bibir Yua, padahal kondisinya sedang tak sadarkan diri. Ada apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka? Timbul banyak pertanyaan di benak Mama Willy. 
*** 
Bruuuumm! Ckit! 
Brak! 
"Eh den Willy." Ucap Mbok Mun. Yang ketika itu Mbok Mun sedang membawakan semangkuk bubur dan segelas air putih beserta beberapa obat. Willy heran dengan bawaan Mbok Mun. 
"Itu bubur buat siapa? Terus siapa yang sakit?" Ucap Willy sedikit panik. 
"Hmm. Buat...." Belum sempat Mbok Mun meneruskan kalimatnya. Ponsel Willy berdering. 'Tlilit' 
"Halo" Willy mengisyaratkan kepada Mbok Mun untuk pamit ke kamarnya. Mbok Mun mengangguk, lalu pergi mengantarkan isian nampan itu ke kamar tamu, tempat Yua berada.
*** 
"APA?! Yua gak ada? Kok bisa?" 
"...." 
"Coba deh cek lagi" 
"...." 
"Dia gak sama aku kok" 
"...." 
Klik! 
"ERGH!" Dengan kesal dia meremas rambutnya. 'Harusnya aku gak ngelakuin ini' rasa sesal kini berkecamuk di hatinya. 
*** 
"BabyKeeeeeev! Hiks~" 
"Iya, kenapa sayang? Loh loh kok nangis?" Kevin panik ketika melihat Kimmy menangis tersedu-sedu. 
"Yua.. Hiks" 
"Yua kenapa?" Tanya Kevin bingung. Yua? Ada apa dengan adiknya? Hingga Kimmy menangis terisak begini? Pertanyaan demi pertanyaan muncul di kepala Kevin. 
"Yua gak ada di kamarnya. Aku hubungi dia tapi HP nya gak aktif. Hiks.. Hiks.. Terus aku tadi nemuin ini..." Kimmy menyodorkan puing-puing Ponsel Yua yang berserakan di lantai kamar Yua, saat dia mencari Yua. Kimmy terus menangis. Kevin memeluk Kimmy, dan menenangkannya. Walau jauh di lubuk hatinya, Kevin tak tenang. Namun ia mencoba menutupi kepanikannya. Kalau sama-sama panik, siapa yang mau menguatkan? Pikir Kevin. 
"Kamu tenang ya, sayang. Aku yakin, Yua aman." Kevin meyakinkan Kimmy dan dirinya sendiri. Dia tak ingin pikiran negatif menyelimuti hati dan otaknya. 
*** 
"Ini nyonya, bubur dan obatnya" Mbok Mun menyimpan nampan itu di meja pinggir ranjang Yua. Saat itu Mama Willy sedang mengelus-elus rambut Yua, agar Yua tenang. 
"Makasih Mbok Mun. Oh ya, Willy sudah pulang?" 
"Sudah Nya. Tadi Mbok sempat bertemu di depan" 
"Oh, kalo begitu, tolong jaga Yua, ya, Mbok. Saya mau bertemu Willy dulu." Mama Willy mengelus kening Yua sebentar, lalu pergi menuju kamar Willy. 
"Baik Nya." 
*** 
CKLEK! 
Seorang pemuda yang sedang asyik memainkan Play Station untuk menghilangkan kegalauannya itu tampak terkejut ketika Mamanya memasuki kamarnya dan duduk tepat disampingnya. 
"Ada apa, Ma?" Willy kembali memainkan PSnya. 
"Mama mau bicara." Ucap Mama Willy dengan tegas dan membuat Willy menghentikan sejenak aktifitasnya. 
"Bicara apa, Ma? Kayaknya serius banget nih." Tebak Willy. 
"Ada masalah apa, kamu sama Yua?" Deg! Pertanyaan Mamanya membuat perasaannya tak karuan. 
"Ah engga kok Ma, Willy sama Yua gak ada masalah kok" Jawab Willy berdusta. 'Maafkan aku, Ma' sesalnya dalam hati. 
"Ck" Mama Willy hanya berdecak kesal. Karena dia tahu, anaknya sedang menyembunyikan sesuatu. 
Semua terdiam... 
"Oh iya, Ma. Tadi aku liat Mbok Mun, bawa bubur plus obat. Emang siapa yang sakit? Bukan Mama, kan?" Ucap Willy mencoba mencairkan suasana yang mulai tak enak saat itu. Sedalam-dalamnya menyembunyikan rahasia, pasti akan tercium baunya. Dia mengalihkan pembicaraannya. Willy tak ingin Mamanya mengetahui masalahnya. Willy sudah dewasa dan dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Prinsip Willy. 
"Bukan Mama." 
"Terus?" 
"Kamu mau tau?" Willy mengangguk cepat. Tak tahu mengapa hatinya mulai tak karuan. Ada secuil rasa sakit di hatinya. Entah karena apa. Tanpa mengatakan sesuatu Mama Willy beranjak keluar dari kamar Willy, dan tanpa disuruh Willy membuntuti Mamanya. 
'Kamar tamu?' Tanya Willy dalam hati. Willy heran mengapa Mamanya berjalan menuju kamar tamu. 
CKLEK! Pintu kamar itu terbuka. Terlihat seorang gadis masih tergolek lemas di ranjang yang nyaman itu. Di sebelahnya ada Mbok Mun yang menggantikan Mama Willy untuk menjaganya. 
"Lihat Willy, dia sakit karenamu! Dan Mama sangat kecewa sama kamu!" 
DEG! 




To be a continue... 



Gimana part ini? Gaje kah? Aneh kah? Hahaha Thanks for reading. :) butuh kritik dan saran yaaaaaaaa. Makasih banyaaaaaaak :D Maaf yaaa kalo lanjutnya lama, ide suka mogok udah gitu di tambah tugas kampus yang sesuatu itu loh haha *curcol* 
Sekali lagi, makasih banyak! Lope lope di udara. Muaaaah (˘⌣˘)ε˘`) 




-dfg28-

Kamis, 24 Januari 2013

Hubungan Tanpa Status?! (Cerpen)


Hubungan tanpa status. Menjalin hubungan tanpa ada status yang menghalangi. Saling mencintai namun tak ada ikatan. Bagi mereka yang menjalani cinta, tak harus memiliki. Karena bagi mereka, cinta itu bukan untuk dimiliki dan diikat tapi untuk dirasakan. Mereka tak ingin ada yang mengekang, mereka hanya ingin bebas.

Brum.. Brum.. Ckit..
Sebuah motor berhenti dengan manis di parkiran. Seorang gadis yang dibonceng motor itu turun, diikuti dengan cowok yang mengendarainya. Sang gadis dengan setia menunggu cowoknya mengamankan motornya. “Hhh, kamu mau aku anter ke kelas, atau sendiri?” Tanya cowok yang berperawakan jangkung itu.
“Hmm. Yud, aku sendiri aja deh ya, soalnya buru-buru banget,  ada jadwal pak Komar bentar lagi.” Jawab gadis itu sembari mengembangkan senyum terindahnya. Cowok yang bernama Yudha itu mengangguk tanda setuju.
“Oke kalo gitu, aku duluan ya, Yud.” Pamitnya.
“Hati-hati ya, Jeng.” Yudha mengelus puncak kepala Ajeng, sebelum Ajeng melangkah pergi. Ajeng tersenyum dengan perlakuan Yudha padanya. Lalu pergi.

Rasa cinta itu makin membuncah dalam hatinya. Entah karena apa. Yang pasti sangat terasa mengalir.

***
Pelajaran pak Komar telah usai. Para mahasiswa berhamburan keluar kelas. Ada yang nongkrong di kantin, di taman, dan bagi si rajin pasti lari ke perpustakan. Tapi dua gadis ini lebih senang nongkrong di taman, liat orang lalu lalang, liat pemandangan yang menyejukan.
“Jeng!” Panggil seorang disampingnya.
“Hmm.” Ajeng membalas dengan deheman, karena dia sibuk BBM-an dengan temen HTS-nya itu.
“Jeng!” Panggilnya lagi.
“Hmm.” Lagi-lagi Ajeng menjawabnya dengan deheman. Dan itu membuat orang disampingnya geram.
“AJENG!!!” Kali ini dengan teriakan orang itu memanggil Ajeng. Dan membuat Ajeng menoleh kaget.
“Apa-apaan sih lo, Kar! Sekali panggil juga gue denger kali.” Dengusnya kesal. Ajeng mengusap-usap telinganya, memajukan beberapa centi bibirnya dan mengembungkan pipinya -pertanda dia sedang manyun-
“Abisnya gue panggilin, elo nya malah 'hmm hmm' aja.” Ucap Karina gak kalah sengit.
“Ya, tapi kan, gue ngedenger Karina sayanggggg.” Cibir Ajeng. Membuat Karina memutar bola matanya sebal.
“Ngedenger sih ngedenger, tapi lo gak fokus dan gak akan ngerti sama apa yang gue omongin.” Ketusnya.
“Hhh, ya udah, maafin gue ya, Karina. Gue khilaf.” Ucap Ajeng sekenanya. “Oh ya, lo mau ngomong apaan sih?!”
“Lo pacaran sama Yudha?” Pertanyaan Karina membuat Ajeng termenung sesaat dan menjawab, “Hah? Pacaran? Engga kok. Temen doang.”
“Tapi lo cinta kan sama dia?” Tanya Karina lagi.
“Iya, gue cinta sama dia.” Aku Ajeng. Karina tercengang dengan jawaban Ajeng.
“Terus kenapa lo gak pacaran sama dia? Bukankah itu lebih baik, daripada hubungan tanpa status?” Ucap Karina berpendapat.
“Gue lebih nikmati hubungan tanpa status. Bukankah cinta itu tak harus memiliki?” Jawab Ajeng santai. Ya, itulah prinsipnya, dia selalu berpikir seperti apa yang pepatah bilang. Cinta tak harus memiliki.
“Hhh, oke lah kalo itu keputusan lo. Gue hanya bisa ngedukung.” Karina bingung harus bicara apalagi. Toh, Ajeng akan tetap pada pendiriannya, sampai dia sendiri yang ingin merubahnya.

“Jeng!”
“Apa sih, Kar?”
“Itu Yudha, kan?” Kata Karina sambil menunjuk Yudha yang tengah berjalan. “Tapi itu cewek siapanya dia?” Yups, Yudha tengah berjalan di koridor kelas yang terlihat dari taman dengan seorang gadis. Ajeng menoleh kearah yang ditunjukan Karina. Sret. Ada sedikit rasa ngilu di hatinya. Tapi karena apa?
“Jeng, lo gak apa-apa kan?” Tanya Karina yang khawatir melihat ekspresi Ajeng yang sulit di persentasikan. Ajeng tersadar dari lamunannya.
“Hehe, gak kok gue gak apa-apa, biasa aja.” Jawab Ajeng kikuk. Matanya terus menyorot ke arah Yudha dan gadis itu yang telah terduduk disalah satu bangku, tepat di sebrangnya.
“Tapi lo cemburu, kan?” Introgasi Karina. Rupanya Karina mengerti dengan perasaan Ajeng. Toh kalau Karina di posisi Ajeng, mana tahan harus begitu.
“Hah? Cemburu? Ah biasa aja kok.” Jawab Ajeng cepat. Dia merasakan lagi hal yang aneh. Ngilu.
“Lo yakin? Lo gak cemburu? Bukannya cemburu itu tanda cinta ya? Berarti lo gak cinta dong.” Cerocos Karina. Yang membuat perasaan Ajeng makin tak karuan.
“Udahlah, gue pusing.” Ajeng beranjak pergi dari bangku taman, meninggalkan Karina yang bingung.

Suatu saat kau akan menyadari, sekuat apa pepatah yang bilang cinta yang tak harus memiliki itu. Biarkan waktu yang menjawab semua pertanyaan ini. Apakah cinta itu harus memiliki, atau tidak sama sekali?

***
“Hei, Yud.” Sapa seorang gadis. Membuat si empunya nama menghentikan langkahnya dan menoleh ke sumber suara.
“Hei, Nes” Yudha menyapa balik. Gadis yang bernama Vanessa itu berjalan mendekati Yudha.
“Sendiri aja?” Tanya Vanessa, yang melihat Yudha membulak-balikan bukunya, membuka lembar-lembar selanjutnya.
“Keliatannya?” Jawab Yudha seadanya.
“Tumben gak bareng Ajeng, biasanya kan kalian selalu berdua.” Yudha melihat bangku kosong langsung terduduk diikuti dengan Vanessa yang duduk disampingnya. Yudha menoleh ke arah Vanessa sesaat, lalu memalingkan lagi ke arah bukunya. “Dia bareng Karina. Lagian gak harus setiap saat kan kita berdua?”
“Ya sih, tapi, bukannya Ajeng itu pacar lo ya?” Yudha menutup bukunya. Pandangannya beralih ke Vanessa.
“Kata siapa? Dia bukan pacar gue kok, kita cuma berteman. Ya, berteman.” Jawab Yudha mantap. Matanya mengedar melihat sekelilingnya, dan tepat di sebrangnya, terdapat Ajeng dan Karina yang diam-diam memperhatikannya.
“Cuma temen?” Vanessa menyerngitkan dahinya. Sulit di percaya. Lalu apa maksud dari kedekatan mereka yang sangat intens itu. Pulang pergi bareng, dan tak jarang Vanessa melihat mereka berdua hang out berdua, dan di balik semua itu tak ada suatu hubungan yang lebih. Yudha mengangguk pasti. “Loh kenapa?”
“Karena gue gak ingin jadi gak bebas karena suatu komitmen yang mengikat kita. Toh, Ajeng pun fine aja dengan semua ini. Karena kita sama-sama cinta dan sama-sama ingin bebas.” Terang Yudha. Dia melirik ke sebrang, dan ternyata Ajeng sudah tak berada disana lagi.
“Gue duluan ya, Nes.” Yudha beranjak pergi. Meninggalkan Vanessa yang memiliki sejuta pertanyaan di benaknya.

***
Seperti biasa Yudha selalu menyempatkan dirinya untuk mengunjungi perpustakaan. Dimana berbagai sumber ilmu di temukan disana. Saat perjalanan tengah menuju perpustakaan, Yudha melihat Ajeng yang terjatuh dan buku-buku yang berserakan di bawahnya. Belum sempat Yudha menghampiri Ajeng. Seorang cowok datang dan membantu Ajeng berdiri dan memungut buku-bukunya. Dan itu membuat Yudha mengurungkan niatnya. Saat melihat kejadian itu, hal lain di rasakan Yudha. Entah apa. Yudha kembali ke tujuan awalnya, yakni perpustakaan.

Tahukah kamu, apa yang aku rasakan saat melihat kalian berdua? Hati ini mendadak terbakar. Oh, panasnya.

***
“Yudha!” Panggil Ajeng. Tak ada sahutan, tak ada respon sama sekali. Dengan tatapan bingung Ajeng menghampiri Yudha. Tapi tetap saja dia dianggap angin lalu. “Yudha!” Lagi-lagi tak ada jawaban, Yudha malah asyik membaca bukunya. Lama-lama kekesalan mulai tumbuh di benak Ajeng. Srek! Buku yang di baca Yudha, di ambil paksa oleh Ajeng.
“Lo apa-apaan sih?” Tanya Yudha dengan mata bernyala-nyala, tersulut amarah. Bukan takut, Ajeng menatap dengan tatapan menantang.
“Lo tuh yang apa-apaan? Gue sapa, lo gak jawab. Lo tuh kenapa sih? Tiba-tiba berubah kayak gini.” Gertak Ajeng. Tak ada lagi aku-kamu, hanya lo-gue dan amarah yang berkecamuk disana.
“Masalah buat lo? Udahlah gue capek!” Yudha pergi meninggalkan Ajeng. Ajeng merasa ada yang berubah dari diri Yudha, tapi karena apa? Tanpa dia sadari air mata menetes dengan lancarnya.
“Lo kenapa, Yud? Lo gak cinta lagi sama gue?” Gumamnya lirih.


“Yudha! Ihh, jangan cubit idung aku!” Ringis Ajeng kesal. Yudha terkekeh melihat ekspresi Ajeng yang begitu menggemaskan. Dia senang, saat Ajeng mendengus kesal akibat kejailannya. Baginya, Ajeng adalah cewek unik dan apa adanya. Yudha mengelus puncak kepala Ajeng, dia sangat menyayangi Ajeng, meski Ajeng bukan miliknya.
“Maaf ya.” Ucap Yudha sambil tersenyum. Dan karena senyum Yudha mau tak mau Ajeng ikut tersenyum.
“Jeng, liat deh, kamu ngerti gak maksud dari soal ini?” Tanya Yudha sambil memperlihatkan soal yang tidak dimengertinya. Ajeng membaca soal itu dan memahami soal itu.
“Jadi gini Yud, bla bla bla bla....” Ajeng menjelaskan sejelas-jelasnya. Yudha mengangguk-angguk tampak mengerti. “Kamu ngerti kan, Yud?” Yudha tersenyum dan menjawab, “aku ngerti, Jeng. Makasih ya.”


“Bahkan, lo lebih milih minta penjelasan dari Vanessa di banding aku. Kamu berubah, Yud!” Gumam Ajeng, saat melihat sosok yang dia cintai sedang mendiskusikan tugasnya dengan cewek lain di perpustakaan.

***
Seperti hari-hari biasanya Yudha menunggu Ajeng di parkiran seusai pulang kuliah. Tapi, orang yang ditunggu-tunggunya tak terlihat batang hidungnya. Yudha yang sedang celingak-celinguk mencari sosok Ajeng, tak terduga bertemu dengan Karina-sahabat Ajeng-.
“Hei, Kar!”
“Eh Yud, ada apa?”
“Lo liat Ajeng?” Tanya Yudha. Biasanya dimana ada Karina pasti ada Ajeng. Selain sama dirinya, pasti Ajeng sedang bersama Karina. Tapi kini? Karina hanya sendirian dan Ajeng tak bersamanya.
“Ajeng? Dia masih di kelas, Yud. Masih nyalin materi.”
“Hmm” Yudha hanya berdehem.
“Eh Yud, gue duluan ya. Bye!” Sepeninggalan Karina, Yudha berlari menuju kelas Ajeng. Baru saja sampai persimpangan sebelum kelas Ajeng, dia menatap sosok gadisnya bersama seorang lelaki.

“Eh, Jeng.”
“Iya, Ga, ada apa?”
“Lo mau gak pulang bareng sama gue?” Tawar Rangga -lelaki yang bersama Ajeng tadi-. Ajeng tampak berpikir lalu mengangguk tanda setuju.
“Yuk!” Rangga menggenggam tangan Ajeng. Dan pergi. Ajeng tak menyadari ada sosok yang memperhatikannya sedari tadi. Sosok itu mengepal tangannya geram.

“Lo berubah, Jeng. Bahkan lo gak mau pulang bareng gue lagi. Argh!” Orang itu menendang kesal tempat sampah yang ada di depannya.

Cemburu menguras hati, galau kini menyiksa diri. Kembalilah kau kekasihku, jangan putuskan kau tinggalkan aku.

***
Keesokan harinya...
Bugh!
Satu pukulan mendarat mulus di pipi lelaki berperawakan jangkung ini.
Bugh!
Satu pukulan lagi tepat di perut lelaki tadi. Tak ada perlawanan darinya. Karena dirinya tak di beri kesempatan untuk melawan.

***
“Jeng... Jeng... Lo harus ke lapangan sekarang! Yudha sama Rangga berantem!” Ucap Karina memberitahu Ajeng. Keduanya kini berlari ke arah lapangan.

***
Dengan nafas yang memburu, mata yang berkilat-kilat, amarah yang meluap-luap, Yudha menarik kerah Rangga yang meringgis kesakitan.
“Lo kenapa sih, Yud?” Ucap Rangga terengah-engah. Sedikit rasa kesal terdengar dari nada suaranya.
“Gue minta sama lo, jangan pernah lo deketin Ajeng! Ngerti lo!” Ucap Yudha dengan penuh penekanan. Rangga tersenyum meremehkan.
“Bukannya Ajeng tuh bukan siapa-siapa lo ya?! Kok lo rempong banget sih, kalo dia deket sama gue?” Kata Rangga sinis. Yudha menatap tajam mata Rangga. Tangannya siap-siap melayangkan pukulannya. Belum sampai tangan itu mendarat di tubuh Rangga, Ajeng datang menghampiri.
“STOP!!!” Ajeng memisahkan Yudha dan Rangga.
“Kalian berdua ini apa-apaan sih?! Kayak anak kecil aja pake acara berantem-beranteman, hah?!” Ucap Ajeng kesal.
“Mending lo tanya deh sama 'pacar' lo ini?!” Rangga menekankan nada bicaranya saat menyebutkan 'pacar'. Tanpa menunggu jawaban Ajeng. Rangga pergi meninggalkan mereka berdua dengan tertatih-tatih. Anak-anak yang tadi sibuk memperhatikan mereka sudah diamankan oleh Karina. Dan kini, di lapangan hanya ada Ajeng dan Yudha.

“Kamu kenapa sih, Yud?!”
“Aku mau kamu jadi pacar aku!” Tukas Yudha, tanpa menjawab pertanyaan Ajeng. Mungkin itu salah satu alasannya. Pernyataan Yudha, membuat Ajeng terkejut hebat. Bukankah hubungan tanpa status adalah kesepakatan mereka, lalu kenapa Yudha menginginkan adanya status diantara mereka?!
“Kamu egois Yud!” Ketus Ajeng. Mata Ajeng mulai berkaca-kaca. “Kamu ingetkan komitmen kita sejak awal. Kita memang saling mencintai, tapi kita ingin terbebas dari sebuah ikatan. Kamu inget, kan Yud?!” Kini Ajeng mulai terisak. Susah memang mengutarakan apa yang bertolak belakang dengan hatinya.
“Tapi Jeng, aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu. Aku sadar, komitmen kita sejak awal itu hanya buat kita berharap. Mebuat kita terlarut di lautan semu. Perlu kamu tau, aku cemburu saat kamu berdekatan dengan Rangga. Aku ingin marah Jeng, tapi saat itu aku sadar kamu bukan milik aku, aku ciut.”
“Tap...” Belum sempat Ajeng menjawab. Yudha menyimpan telunjuknya tepat di depan bibir Ajeng.
“Sekarang aku mau nanya sama kamu. Kamu sayang kan sama aku?” Ajeng mengangguk sambil terisak.
“Aku tahu, kamu cemburu kan pas aku deket sama Vanessa?” Lagi-lagi Ajeng mengangguk. Yudha tersenyum. Dengan sigap Yudha memeluk Ajeng yang tengah terisak. Tangannya mengelus puncak kepala Ajeng. Nyaman. Itu yang dirasakan Ajeng.
“Kamu mau kan jadi pacar aku?” Bisik Yudha. Ajeng mengangguk dipelukan Yudha. “Kok aku gak denger?”
“Iya Yudha, aku mau.” Dieratkannya pelukan itu. Ajeng mengadah keatas, menatap Yudha yang juga sedang menatapnya.
“I love you, Ajeng”
“I love you too, Yudha”
Yudha mengecup lembut kening Ajeng. Dan kembali direngkuhnya tubuh mungil itu.

Seberapa kuatkah hubungan tanpa status itu? Sekuat apakah cinta yang tak harus memiliki itu? Semuanya terasa semu. Hanya harapan kosong yang ada disana. Keegoisan untuk saling memiliki itu pasti ada. Dan dalam hal cinta, itu tak dapat dipungkiri. 

Jumat, 30 November 2012

Kisah Kita [Cerpen]


Hari ini begitu berarti
 Tiga tahun sudah kita tlah lewati
Malam ini hanya  kau dan aku mengenang semua rasa yang ada

Drrt drrt ….
Seorang gadis mengambil ponselnya  yang terletak di meja kerjanya.

From : MyRainbow
Sayang, datang ke kafe biasa yaa. Dandan yang cantik.
Love you… :*

Gadis itu tampak berseri-seri. Terlihat semburat merah menyeruak di pipi chubby-nya. Dengan perasaan yang berbunga-bunga, dia mengetik keypad Hpnya untuk membalas.

To : MyRainbow
Oke sayang, see you.
Love you too :*

Setelah  membalas pesannya dia langsung beranjak pulang dan bersiap siap untuk bertemu dengan kekasihnya.
***
Tampak seorang gadis yang sedang menyeruput orange juice nya. Sesekali pandangannya tertuju pada pengunjung yang datang lewat pintu utama. Rupanya dia sedang menunggu seseorang. Terkadang dia memanyunkan bibirnya dan mendecak kesal.
Tiba-tiba ada seorang  yang menutup mata indahnya.
“ish siapa sih?!”ucap gadis itu sembari melepaskan tangan orang tersebut dengan kasar. Tanpa menoleh ke arah siempunya tangan kekar itu.
“oow santai, baby!” ucapnya, dia terkekeh pelan. Dia sengaja merubah nada suaranya menjadi berat.
“baby, baby emang lo siapa sih panggil gue seenak jidat lo.” Gadis itu belum saja menoleh kearah orang tadi.  Karena ketakutan akan orang asing hinggap di dirinya. Dia merutuki kekasihnya yang belum datang sampai saat ini. Pikiran negative mulai menyeruak pada otaknya. Duh, My Rainbow mana sih? Oh God, help me! Jerit batin gadis itu.
“yeey, kamu kok gitu sih. ” kata orang itu sambil duduk di hadapan gadis-nya- itu.
“Stefan! Aku kira siapa?” pekik Sang gadis dengan kagetnya. Ternyata orang yang menutup matanya tadi adalah kekasihnya yang di tunggunya. “Kamu kok lama sih? Aku udah nunggu dari tadi loh.” ucap gadis itu sambil cemberut. Stefan terkekeh geli melihat tingkah kekasihnya itu. Inilah yang dia suka, Yuki yang polos apa adanya dan gak jaim.
“Aduh, maaf  Yuki, sayang. Tadi aku ke jebak macet. ” ucap Stefan sembari mengacak acak rambut Yuki.
“Ah, Stefan, jangan di acak-acak dong, nanti cantik aku nya ilang.” Ucap Yuki kesal, sembari merapikan rambutnya.
“Meskipun acak-acakan kamu tetep cantik, sayang. ” Puji Stefan. Dia mengecup tangan Yuki dan membuat warna merah pada pipi chubby gadisnya itu.
“Ah, kamu apaan sih, aku malu tau,” Pernyataan Yuki yang polos itu membuat Stefan terkekeh kecil.
“Happy Anniversary 3rd, sayang.” Ucap Stefan sambil  mengecup kening  Yuki. “Gak kerasa yaa, kita udah jalani ini selama tiga tahun. Banyak yang aku alami selama itu. Saat aku harus bisa hadapi masalah, bersikap lebih dewasa, mengontrol emosi ku. Kamu selalu ada di sampingku, saat suka maupun dukaku. Dan karena itu, aku mau ngucapin banyak ucapin terimakasih sama kamu karena kamu telah menjadi warna dalam hidupku. Kamu adalah pelangi yang diciptakan Tuhan untukku.” Kata Stefan dengan suara yang lembut, tatapan mata yang lembut pula serta senyum indah yang tersungging di bibirnya.
“Sama-sama Stef. Aku bingung mau ngomong apa, semua yang kamu ucapkan itu udah mewakili kata hatiku, Stef. You’re my Rainbow, Stef.” Yuki memeluk erat Stefan. Seakan dia enggan kehilangan kekasihnya. Stefan  melepaskan pelukannya dan menatap mata indah milik Yuki yang mampu menghangatkan dan memberi warna pada hatinya.

“Yuki ada mau aku kasih ke kamu, tutup mata ya!” perintah Stefan. Yuki menutup mata nya dan Stefan mulai memasangkan kalung berinisialkan “SY” [singkatan dari nama mereka berdua “stefan yuki”] itu ke Leher jenjang kekasihnya. Kalung indah yang berhiaskan berlian itu tampak indah ketika sudah tersemat di leher Yuki. Perlahan yuki membuka matanya dan melihat kalung yang Stefan berikan.
“Stef , bagus banget makasih yaa. I love you.”  Yuki memeluk Stefan.
“I love you too.” Stefan membalas pelukannya . Setelah adegan itu selesai mereka mulai memesan  makanan dan mengenang semua yang yang mereka lalui selama tiga tahun kebelakang mulai dari awal mereka bertemu, jadian bahkan saat mereka hampir putus gara gara pihak ke tiga. Meredam emosi, kepercayaan, kesetiaan dan komunikasi yang menjadi jurus jitu pasangan ini.

  
***

“Makasih ya, Stef buat hari ini”
“Sama-sama, Ki.”
“Ya udah kalo gitu, kamu mau mampir dulu?” Yuki menawarkan  Stefan masuk ke dalam rumahnya.
“Maaf Ki, lain kali aja yaa. Salam buat mama, papa aja ya.”
“Siap boss!” Yuki memberikan hormat lalu pergi meninggalkan Stefan. Namun belum jauh Yuki berjalan, Stefan memangilnya. “Yuki!” Sang empunya nama pun menoleh kearah Stefan.
“Ada apa Stef?” Stefan  menghampiri  Yuki dan berbisik, “Ada yang lupa…” Tiba-tiba saja Stefan mengecup pipi Yuki. Yuki hanya bisa tersenyum  dan kembali meneruskan langkahnya.
“Besok pagi aku tunggu di taman yaa, jam tujuh.”  Teriak Stefan.  Yuki mengacungkan  jempolnya tanpa berbalik sambil senyum-senyum gak jelas.

Masa-masa yang indah
Penuh warna dan juga canda ceria
Akankah kita temui, kebahagiaan seperti ini lagi

***

“Ki, aku sayang kamu.” Ucap Stefan tanpa melirik Yuki yang ada di sampingnya.
“Aku tau kok, aku juga sayang kamu.” Yuki menoleh ke arah Stefan dengan raut wajah bingung, belum pernah Stefan seserius ini sebelumnya.
“Ki, maafin aku.” Kini Stefan menatap mata Yuki. Mata yang membuat dirinya merasa nyaman.
“Maaf karena apa, Stef? Kamu gak ada salah kok sama aku.” Yuki  bingung, tumben banget Stefan  minta maaf tanpa sebab atau jangan-jangan. Shut! Yuki mencoba membuang jauh jauh pikiran negatifnya.
“Aku harus pergi, Ki. Selama beberapa tahun.” Ucap Stefan lirih, dia menatap yuki yang sedari tadi memasang wajah bingungnya. “Aku harus pergi beberapa tahun untuk meneruskan kuliahku di Ausy, ini sebenarnya  udah aku rencanain sejak lama.  Aku ingin mencapai cita-citaku di sana. Kamu tahu kan, Ki. Ini yang aku mimpikan selama ini. Aku dapat beasiswa di Universitas Art. Dan ini benar-benar udah di depan mata. Aku gak mungkin menolak kesempatan ini. Aku harap kamu ngerti yaa, sayang?” Ucap Stefan panjang lebar. Tanpa disuruh, butiran air mata kini telah meluap sungai di pipi chubby Yuki. Dia tahu, dia tak punya hak untuk melarang kekasihnya. Melarang untuk mencapai cita-cita yang  dimimpikannya selama ini. Tapi namanya juga hati, hati tidak bisa bohong. Sebenarnya hatinya tak rela, tapi apa boleh buat. Tuhan telah mengatur segalanya dan mungkin ini adalah ujian pejalanan cinta mereka. “Aku ngerti, raihlah mimpi dan cita-cita kamu, kesempatan tak akan datang dua kali, bukan?” Yuki mengembangkan  senyuman di dalam tangisan nya, ia berusaha untuk tegar.
“Makasih sayang, aku janji  aku pasti akan kembali aku akan menjaga cinta ini. Udah ya jangan nangis, aku gak tega liat kamu nangis.” Stefan mengusap air mata Yuki yang masih menggenang di  pipinya.
“I love you, My Princess”
“I love you too, My Rainbow”

Selamat tinggal kasih, hapuslah air matamu
Aku pergi jauh, namun kan kembali
Selamat tinggal sayang
Semoga kau dan aku, akan terus abadi menyatu
Menjaga perasaan itu
Jadikan hari ini, sebagai satu kisah
Yang manis dan kan terus di kenang




“Jika Engkau, mengijinkan kami bersama, ku mohon pertemukan kami dengan cara-indah-Mu. Aku akan terima apapun keputusan-Mu. Aku akan menjaga hati ini, untuk mendapatkan Ridho-Mu agar aku selalu bersamanya. Dan aku percaya, tulang rusuk takkan pernah tertukar.”—Stefan dan Yuki-- 

Jumat, 09 November 2012

Dan Kamu #9


Previous 


"Bodoh, hiks~" 
"I will, Kak! Hiks.. Hiks.." 
Brukk! Tubuh Yua ambruk dan tangisnya terus mengguncang. 





Next! Happy reading! Check this out! 






Cklek! Yua pulang dengan jalan gontai. Matanya sembab, rambut yang tadi terurai rapi kini sedikit berantakan. Dia mencoba menghentikan tangisnya namun tak kuasa. Airmata dan isakan terus keluar. Dia menyesal dengan tingkahnya tadi. Dia tak menyangka semuanya akan terjadi seperti ini. Hanya karena syok yang berlebihan akibat aksi Willy tadi, membuatnya Yua tak mampu bersuara dan menjawab lamaran Willy. Kimmy yang baru saja dari dapur dan menuju ke kamarnya yang kebetulan melewati kamar Yuapun merasa iba, ketika dia mendengar samar-samar isakan Yua. Rasa penasaran menyeruak dalam hatinya. Berbagai pertanyaan mulai timbul dalam pikirannya. 'Bukannya Willy ngelamar Yua ya? Kok Yua bisa nangis sih? Pasti ada apa-apa.' Pikir Kimmy. Ingin sekali Kimmy masuk ke kamar Yua, tapi... Kimmy tau kalau sudah begini Yua tak ingin di ganggu. Yua ingin sendiri. 



*** 



"Kimsay, kamu lagi nelepon siapa?" Tanya Kevin, saat melihat istrinya mondar-mandir sambil memegang HP yang di pasang di telinganya. "Sst." Kimmy mengisyaratkan pada Kevin agar diam. "Halo" 
"...." 
"Ada masalah apa sih sebenernya? Aku gak tega liat dia kayak gitu." Ucap Kimmy to the point. 
"..." 
Tersirat raut wajah harap-harap cemas pada Kimmy. Kevin sang suami tampak bingung dengan kelakuan istrinya. Dia kesal, karena istrinya malah sibuk dengan teleponnya itu. Dan daripada betenya makin berjibun, Kevin mengambil mobil -dengan remote control- nya dan memainkannya. Kimmy yang tak sengaja melihat suaminya itu terkekeh geli. 
"Hmm, ya terus?" 
"...." 
"Ide bagus!" Kimmy mulai mengembangkan senyumannya. 



*** 



Kini Yua tengah sibuk mengetik beberapa pesan singkat. Sudah kesekian kalinya dia mengirim pesan itu namun tak ada jawaban dari sang penerima pesan. 



To : MyWilly 
Kak Willy :'' 



To : MyWilly 
Maaf kak, Yua udah kecewain kakak :'( 



To : My Willy 
Yua tau Yua salah, tapi please kak, maafin Yua. :'( 



To : MyWilly 
I will marry you Kak Willy :'( Love You :'* 



Dan masih banyak lagi pesan singkat yang dikirimnya. Karena perasaan bersalahnya makin bertambah. Yua menekan beberapa digit nomor dan memanggilnya. 
"Nomor yang anda tuju sed..." 
"Ergh!" Yua membanting kasar HPnya sehingga menjadi puing-puing. Tubuhnya perlahan ambruk. Lututnya ia peluk erat-erat. Kepalanya tenggelam ditengah tekukan lututnya. Tubuhnya bergetar hebat. Ada pedang tajam yang menusuk ulu hatinya. Sakit. Sangat sakit. Mengapa penyesalan selalu datang di akhir? Aaaa! 
"Argh!" Yua merasakan pula kesakitan pada kepalanya. Loh, kenapa ini? 



*** 



"Ide bagus!" Kimmy mulai mengembangkan senyumannya. 



"...." 
"Loh emang kapan ulang tahunnya?" 
"...." 
"Alamak, aku lupa!" Kimmy menepuk pelan dahinya. 
"...." 
"Iya, iya sip sip. Asal jangan keterlaluan aja yaa!" 
"...." 
"Oke. Aku pasti bantu kok." 
"...." 
"Good luck! Bye!" Klik Kimmy memutuskan sambungan teleponnya. Lalu menghampiri suaminya yang memasang muka betenya yang sedang asyik memainkan mobil-mobilannya. Kimmy memeluk Kevin dari belakang, dan menyimpan dagunya pada pundak Kevin. Namun Kevin masih sibuk dengan dunianya. Rupanya dia sedang kesal tingkat cabe rawit. 
"Babykev" ucap Kimmy manja. "Kamu marah ya?" Bisikan Kimmy membuat Kevin melepaskan pelukan Kimmy dan berbalik badan menghadap ke tubuh Kimmy. 
"Aku bete! Kamu teleponan sama siapa sih?! Sampe-sampe aku di cuekin gitu!" Rengek Kevin. Kimmy terkekeh geli dan mengelus pipi suaminya itu. 
"BabyKev kusayang, jangan cemberut dong! Sini aku ceritain!" 





"Oh gitu. Pantes aja. Hmm iya deh, aku pasti bantu." Kimmy tersenyum mendengar persetujuan Kevin.
"Tapi jangan salahin aku kalo dia marah!" 
"Gak akan BabyKev. Percaya deh sama aku." 
"Iya iya, aku percaya sama KimSay-ku." 



*** 



Keesokan harinya... 



Pagi-pagi sekali Yua pergi ke rumah Willy. Dia ingin meminta maaf atas semuanya. Hatinya tak tenang karena kejadian tempo hari. Yua pergi dengan keadaan yan kurang baik. Matanya bengkak akibat nangis semalam. Wajahnya tampak pucat. Namun itu tak dapat mengurungkan niatnya untuk menghampiri Willy. Di tengah perjalanan Yua sudah merasa tubuhnya melemah, tapi tekad untuk sampai ke rumah Willy lebih besar. 



Ting tong 
Bunyi bel terdengar ke penjuru rumah mewah ini. 
"Bi. Tolong bukain pintunya!" Perintah seorang wanita paruhbaya yang sedang sibuk membaca majalah fashionnya. 
"Baik, nya." 




Cklek! Pintu terbuka. 



"Mau bertemu dengan siapa, non?" Ucap mbok Mun ketika dia melihat seorang gadis yang tersenyum dan bewajah cantik namun pucat dan matanya bengkak seperti habis nangis. Pikirnya. 
"Hmm. Kak Willynya ad..." BRUK! 





To be a continue... 




Loh loh, geje gini deh. Haha. Ide hinggap tiba-tiba, dan hasilnya aneh banget. Gimana? Geje kah? :D 
Bubuhkan kritik dan sarannya ya! Thankies for reading. Lope lope di udara (˘⌣˘)ε˘`) 




-dfg28-