Cinta Karena Terbiasa
Ini bukanlah cerita cinta seperti cerita di negri dongeng, drama Korea dan
sinetron –gaje-. Dan cerita ini juga tidak seromantis Do Min Joon dan Cha Song
Yi, tidak seindah Cinderella dan pangeran. Tapi cinta ini akan berakhir indah jika kita
menjalaninya dengan ikhlas.
Muti. Seorang mahasiswi di salah satu Universitas, jurusan Fisika. Dia
jago banget dalam hal coret-mencoret kertas.
Bukan hal turun-menurunkan rumus. Bahkan banyak yang bertanya-tanya
dengan kehadirannya di jurusan Fisika ini, ini anak salah jurusan deh kayaknya?
Ngomong-ngomong soal ‘salah jurusan’,
kayaknya emang lagi ‘HITS’ banget nih dikalangan mahasiswa. Orang pengen masuk
jurusan A malah masuk ke jurusan Z. Dan hal ini, pas banget dialami sama Muti.
Gadis ini memang pengen banget masuk jurusan Seni Rupa, biar jadi seniman
terkenal gitu, tapi karena sesuatu –yang sulit dijelaskan- dia belok ke jurusan
Fisika. Yoweslah~
Sebulan, dia memang tetap stay di Fisika. Tapi apakah ada pelajaran yang
masuk? Bisa dibilang tidak. Muti masih melakukan adaptasi dengan Fisika -hal yang kurang disukainya-. Baginya
Fisika itu monster yang menyeramkan. Ergh~
Satu semester udah dilewati, dan keinginan untuk lepas dari Fisika ini
semakin besar. Muti udah mencoba beradaptasi, tapi tetep aja gak bisa. –Bukan
gak bisa, tapi belum bisa kali yaa-
Masuk semester dua udah banyak gembar-gembor pengen pindah jurusanlah,
ikut tes sana-sinilah, itulah, inilah. Intinya mereka ingin beranjak dari
jeratan ini. Sama, Mutipun ingin melakukan hal itu. Ikut tes ulang mungkin solusi terbaik saat
ini.
Menjelang tes ulang, Muti dilanda sebuah dilema. Dia terjebak antara dua
pilihan. Ikut tes? Atau Stay? Disisi lain dia ingin banget masuk jurusan yang
disukainya. Tapi disisi lain, dia mulai nyaman dengan keadaan di Fisika, baik
teman, dosen maupun pelajarannya. Selain itupun, Muti dilanda krisis ekonomi.
Gak mungkin kan harus maksain minta uang tes ke orang tua? Sedangkan orang
tuanya sedang ‘sensitif’ terhadap dana.
Dari situ, Muti berfikir. Dia harus bertahan dan melawan musuh
terbesarnya. Toh, cita-citanya sebagai seniman masih bisa dia raih tanpa harus
dia kuliah di bidang tersebut. Asal ada tekad, dia pasti bisa. Muti menghela
nafas dan bergumam “SEMANGAT! Kamu pasti bisa, Mut!”
Udah tingkat dua lagi nih, Muti senang. Karena dia dapat beradaptasi
disini. Meski dia tak semenojol
teman-teman sepermainannya, dia masih bertahan di Fisika ini pun udah bersyukur
banget. Muti selalu berusaha menjadi
lebih baik meski dia bukan yang terbaik. Saat rasa jenuh datang
menghampirinya, dia masih tetap bisa berkarya di bidang seninya. Muti selalu
ingat pesan Ibunya, “Jangan pernah jadikan hobimu jadi pekerjaan tetap.” Dari
situ Muti sadar, dengan dirinya menempuh pendidikan di Fisika , dia bisa
mendapatkan ilmu lain, selain seni.
Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun, Muti lewati. Muti
mulai terbiasa dengan soal-soal yang –bisa dibilang- memutar-putar logikanya,
turun-menurun atau tanjak-menanjak (emang ada ya? Haha) Rumus, pokoke menguras
pikiran dan hati (eciyee). Dan sampai akhirnya dia lulus dan mendapat gelar
S.Si dari jurusan Fisika. Alhamdulillah, Muti sangat bersyukur. Karena apa yang
ditempuhnya selama ini tak sia-sia. Mulai dari melawan musuh, sulit beradaptasi,
menangis, bahkan nyaris menyerah. Muti bisa, karena diaterbiasa. Terbiasa
menghadapi hari yang tak biasa. Fisika memang tak bisa dia taklukan
seutuhnya, tapi setidaknya Muti kini bersahabat baik dengannya. Jadi inget kata pepatah jawa “Witing tresno jalaran soko
kulino”
Semoga
Terinspirasi J
By : Si Pena Biru ^^
0 komentar:
Posting Komentar