CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Sabtu, 30 Juni 2012

Dan Kamu #3

"Makasih ya, kak Willy." Ucap Yua ketika mereka berdua telah sampai di depan rumah Yua. Setelah seharian penuh bermain di Dufan. Willy keluar dari mobilnya dan membukakan pintu mobil lalu mengulurkan tangannya pada Yua. Dengan lembut Yua menggapai tangan Willy dan keluar dari mobil milik Willy.
"Sekali lagi makasih ya, kak." Ucap Yua malu-malu. "Iya, sama-sama." Jawab Willy dengan lembut sambil mengelus-elus rambut Yua. Karena perlakuan Willy, wajah Yua berubah jadi bersemu merah.
"Hmm. Kak mau mampir dulu?"
"Kapan-kapan aja ya, Yu. Salam aja buat kak Kimmy sama kak Kevin yaa." Karena Willy tahu, Yua tinggal bersama kakak beserta istri kakaknya.
"Oh ya udah deh. Tapi lain kali harus mampir ya." Ucap Yua manja.
"Iya, itu sih pasti. Ya udah kalo gitu kakak pulang dulu. Bye Yua sayang. Love you." Pamit Willy sambil mengecup kening Yua lalu megelus pipi Yua. Dan membuat Yua tercengang. Bahkan dia masih mematung sambil memegang keningnya ketika Willy sudah masuk dalam mobil.
"Hati-hati kak. Love you too." Ucap Yua sedikit berteriak saat dia sadar bahwa mobil Willy baru saja melesat dari kediamannya. Willy yang melihat Yua di spion mobilnya tersenyum geli karena tingkah Yua yang menurutnya lucu.
"Hihihi." Yua beranjak dari halaman rumahnya.

Cklek!
"Ciyee. Yang tadi di cium." Baru saja Yua membuka pintu ada sepasang suami-istri yang sedang berdiri berdampingan, dan dengan kompak pula mereka menggoda Yua.
"Hah? Kalian?" Yua terkejut.
"Haha, tadi siapa tuh?" Goda Kevin. Diikuti dengan tawa Kimmy. Pasalnya mereka belum pernah melihat Yua membawa teman lelaki.
"Dari bau-baunya sih, kayaknya cowoknya deh? Haha. Iya, kan dek?"Tanya Kimmy menggoda, sambil mencolek-colek dagu Yua.
"Ih apaan sih kalian berdua! Dasar pasangan kepo!" Yua mendengus kesal lalu berlalu meninggalkan kakak-kakaknya, daripada dia terus di goda mending pergi, kan?
"Hihihi." Kevin dan Kimmy terkikik geli malihat tingkah Yua.
"Beb, kamu mau gak?" Tanya Kevin sambil mengembangkan senyum nakal.
"Mau apaan?" Ucap Kimmy heran.
"Mau ini.." Ucap Kevin sambil nunjuk bibirnya. Kevin memasang wajah imut lalu mengkerlingkan matanya.
Plak! Sebuah majalah melayang dan mendarat dengan mulus di pipi Kevin. Yang membuat Kevin merintih kesakitan. Tapi lain halnya dengan Kimmy, tampaknya dia merasa senang.
"Aduh, sayang, kamu tega banget sih." Ucap Kevin sambil mengelus-elus pipinya yang sedikit memerah.
"Haduuh, sakit yaa?" Ucap Kimmy seperti mengolok-olok sambil mengelus pipi suaminya itu. Kevin mengangguk manja. "Hhh, makanya jangan genit!" Kimmy mencubit bentar pipi Kevin dan berlalu sambil cengengesan melihat Kevin memajukan beberapa centi bibirnya dan tangan yang masih mengelus-elus pipinya.
"Huh, nasib.. Nasib.."

***

"Hhh.. Aku masih gak nyangka. Ternyata cinta aku gak bertepuk sebelah tangan. Aaaaa kak Willy aku cintaaaaa sama kakak. Hihihi." Ucap Yua sambil memainkan pensilnya. Kini dia sedang berada di meja belajarnya. Dia sedang menggambar animasi dirinya dan kekasihnya, dalam selembar kertas.
Drrt.. Drrt.. Drrt..
Sebuah nada panggilan masuk mengalihkan pandangannya ke ponsel yang berbunyi. Di raihnya ponsel tersebut dan di lihat siapa gerangan yang meneleponnya.
"Kak Willy." Gumam Yua ketika melihat yang memanggilnya itu orang yang telah menjadi kekasihnya. Dengan cepat Yua menekan tombol hijau.
"Halo, Yua sayang." Sapa Willy di sebrang sana.
"Hei, kak Willy." Jawab Yua gugup.
"Hmm, sayangnya mana? Kok gak ada? Yua gak sayang sama kakak?!" Rupanya Willy protes karena Yua tak membalas dengan kata sayang pula.
"Hah? Siapa bilang? Yua sayang kok sama kakak." Jawab Yua dengan cepat.
"Terus tadi waktu kakak bilang Yua sayang kenapa gak bales Willy sayang gitu misalnya."
"Aduh kakak, kata sayang itu cuma simbol aja. Yang penting kan, rasa sayang itu tetep ada di hati Yua dan kakak. Bener, gak?" Ucap Yua memberikan pendapatnya.
"Iya iya. Oh ya, Yua lagi apa?" Ucap Willy mengalah, daripada nanti ribut.
"Yua lagi mikirin kakak. Hihihi."
"Idih pacar aku lagi ngegombal ya? Haha."
"Apaan sih kak? Oh ya, kakak lagi apa?" Yua tersipu-sipu.
"Kakak sih sama, lagi mikirin Yua. Kita kan sehati. Iya, kan?"
"Ih apaan sih, hihi. Hoaaaam. Oh ya kak, udah dulu ya. Yua ngantuk nih." Ucap Yua sambil manguap. Karena memang biasanya jam segini dia sudah tepar di kasur empuknya.
"Ya udah kalo gitu, besok jangan lupa ya. Kakak mau ngenalin kamu sama mama. Tapi maaf kakak gak bisa jemput."
"Oke deh, siaap. Gak apa-apa kok Yua bisa sendiri."
"Hmm, kalo gitu tidur yang nyenyak yaa. Have a nice dream. Love you." Ucap Willy dengan lembut.
"You too." Jawab Yua singkat. Rupanya rasa kantuknya mulai mewabah.

***

Hari ini adalah hari yang cukup menegangkan bagi Yua. Karena hari ini dia akan diperkenalkan Willy sebagai kekasihnya kepada mamanya. Memang sih, ini bukanlah pertemuan pertama antara Mama Willy dan Yua. Tapi, ini adalah hari pertamanya dipertemukan sebagai pacar dari anaknya, bukan sebagai teman biasa seperti waktu itu.
"Kak Kimmy." Ucap Yua yang memang sengaja menghampiri kakak iparnya itu di ruang TV.
"Ada apa, dek?" Tanya Kimmy yang sedang serius menonton kartun kesayangannya 'Doraemon'. Ya, setelah membereskan pekerjaan rumahnya dan mengurus suaminya sampai suaminya berangkat kerja, Kimmy menyempatkan diri untuk menonton 'Doraemon'.
"Kak, bantuin Yua dong." Ucap Yua dengan sedikit memelas.
"Bantuin apa?" Kimmy menoleh ka arah Yua dan menautkan alisnya heran.
"Bantuin Yua bikin kue." Ucap Yua yang membuat Kimmy tak kuat menahan tawa.
"Hahaha, sejak kapan dek, kamu mau masak? Apalagi buat kue."
"Ish, kakak! Gak usah pake ngeledek deh." Ucap Yua kesal.
"Ya, kakak kan heran aja, seorang Yua yang anti banget sama masak-memasak, tiba-tiba pengen bikin kue. Waw! Amaaaazing." Kata Kimmy sedikit lebay.
"Udah ngeledeknya?! Kalo kakak gak mau bantu sih, ya udah. Yua bisa bikin sendiri." Ketus Yua sambil berdiri dari duduknya. Sepertinya dia resmi merajuk deh.
"Udah gak usah ngambek gitu deh. Yuk! Bahannya udah ada, kan?" Kimmy beranjak dari duduknya, lalu mematikan TVnya.
"Udah dong, kak." Dengan sekejap mereka akur kembali.

"Taraaaa. BlackForest Yummy ala chef Yua dan. Kak Kimmy." Ucap Yua menirukan ala salah satu chef di salah satu acara memasak.
"Haha, kamu ada-ada aja." Kimmy terkikik geli.
Ya, mereka baru saja bergelut dengan tepung terigu, mentega dan bahan-bahan lainnya.
"Makasih ya, kak. Udah bantuin Yua. Hmm, Yua mau siap-siap dulu ya. Muaahh." Yua mengecup pipi kakak iparnya.
"Yua.. Yua.. Ada-ada aja."

"Kak, Yua pergi dulu ya." Pamit Yua pada Kimmy. Yua yang mengenakan dress biru muda selutut dan flatshoes dengan warna senada, menenteng sebuah kresek yang berisikan kue buatan dirinya dengan kakak iparnya.
"Ya udah, hati-hati ya, dek."

***

Tok.. Tok.. Tok..
Seorang gadis mengetuk pintu, menunggu sang empunya rumah membukakan pintu.
Cklek!
"I.. Icha?"

*bersambung :))

Dan Kamu #2

Keesokan harinya...
Seorang pemuda berperawakan jangkung, berkulit putih dan berhidung mancung terlihat sedang menanti seseorang. Dia berdiri di bawah pohon yang rindang yang mampu mengahalangi dari sorotan matahari. Telinganya tersumpal dengan headset yang mengalirkan suara dari lagu-lagu bergenre PopRock. Kepalanya mengangguk-angguk pelan, tangan kirinya memegang i-pod dan tangan yang satu lagi mengetuk-ketuk kecil pahanya, rupanya dia sangat menikmati lagu yang terputar saat itu.
"Kak Willy!" Panggil seseorang. Namun sang empunya nama masih asyik dengan dunianya. Dan rupanya akibat headset yang masih bertengger di telinganya dan musik yang terputar lumayan keras itu membuat dia tak mendengar ada orang yang memanggilnya.
"Kak Willy!" Ucap orang itu dengan sedikit berteriak. Teriakan itu ternyata mampu membuat si empunya nama menoleh ke arah suara lalu dengan cepat ia melepaskan headsetnya dan mematikan lagu yang sedari tadi menemaninya.
"Eh Yua." Ucap Willy sambil memamerkan senyum indahnya dan membuat sang gadis tersipu.
"Oh ya, kak Willy udah lama?" Tanya Yua.
"Hmm, gak kok, lumayanlah." Katanya dengan gaya santainya. "Oh ya, berangkat sekarang, yuk!" Ajak Willy sambil memegang erat pergelangan tangan Yua. Yua mengangguk dan tersenyum menanggapinya.

***

"Kak Willy.. Kak Willy.. Naik itu, yuk!" Ajak Yua sambil menunjuk ke wahana permainan Histeria.
"Aduh, Yua. Ng ng gimana yaa?" Jawab Willy ragu-ragu.
"Ah kak Willy kelamaan mikirnya." Ucap Yua sambil menarik tangan Willy sampai akhirnya mereka sampai di tempat antri wahana tersebut. Terlihat jelas wajah kepanikan di muka Willy, namun dia berusaha menutupinya di depan Yua.

Yups! Hari ini mereka sedang menikmati hari Minggunya untuk bermain-main di Dufan. Willy memberanikan diri untuk mengajak Yua nge-date. Dan Yua pun menyanggupinya karena memang ini yang dia tunggu-tunggu.

"Gimana kak? Seru, kan?" Tampaknya Yua tersenyum puas karena dia telah menaklukan wahana tersebut.
"Kak Willy, gimana nih? Seru kan, kak?" Tanya Yua sekali lagi. Yua heran karena tak ada respon dari seorang Willy.
"Ihh, kak Will.." Yua tak melanjutkan bicaranya ketika dia menoleh ke belakang. Dengan sigap Yua berlari menghampiri seseorang yang sedang berjongkok sambil memijat kepalanya.
"Kak Willy kenapa?" Pekik Yua. Kepala Willy mengadah ke atas lalu menunduk kembali. Terlihat sekali wajahnya pucat, keringat dingin keluar membasahi keningnya. Sesekali Willy memijati kepalanya.
"Kak Willy kenapa?" Tanya Yua lagi. Yua sangat khawatir dengan keadaan Willy. Willy menggeleng pelan lalu dengan sekuat tenaga dia berdiri walau sedikit oleng akibat pening mendadak hinggap di kepalanya. Yua yang melihat Willy hampir oleng dengan cekatan memapah Willy ke bangku terdekat. Yua meronggoh tasnya lalu mengambil beberapa tissue lalu di berikannya kepada Willy. Willy menerima tissue itu lalu mengelapnya kepada wajahnya yang basah oleh keringat. Yua meronggoh tasnya kembali dan mengambil sebotol kayu putih yang berukuran kecil yang selalu dia bawa kemanapun lalu menuangkannya sedikit ke telapak tangannya. Dengan tangan satunya Yua menyilakan poni Willy lalu mengoleskan kayu putih itu pada kepala Willy. Willy yang sempat kaget dengan perlakuan Yua, hanya terdiam menikmati pijatan Yua pada kepalanya itu. Dia merasa peningnya sudah berangsur pergi. Dalam hati Willy dia merasa senang karena mendapatkan perhatian dari Yua. Diliriknya Yua yang sedang serius memijatnya, terlihat pula olehnya raut kekhawatiran yang tersirat dari paras ayu Yua. Perlahan Willy memegang tangan Yua yang sedari tadi memijatnya lalu di turunkan dari kepalanya.
"Maaf, kak. Yua udah lancang." Ucap Yua sedikit menyesal lalu menundukan kepalanya. Willy mengangkat dagu Yua sehingga wajah cantiknya itu terlihat jelas oleh Willy.
"Makasih ya." Ucap Willy sambil mengembangkan senyumnya.
"Makasih untuk apa?" Ucap Yua terheran-heran. Dikiranya Willy akan marah akan kelancangannya tadi karena tiba-tiba dia memijitnya tanpa izin.
"Makasih karena kamu udah perhatian sama kakak." Kata-kata Willy membuat wajah Yua bersemu merah. "Dan pijitan kamu juga udah membuat kakak lebih enakan. Lain kali minta pijitin boleh kali ya. Hehe." Canda Willy.
"Ih, kakak apaan sih." Yua memukul pelan bahu Willy. Dan Willy tersenyum menanggapinya.
"Oh, ya, kak. Kalo boleh tau, tadi kakak kenapa? Kok bisa tiba-tiba pucet gitu?" Tanya Yua penasaran.
"Kamu mau tau aja?" Yua mengangguk cepat. "Atau mau tau banget?" Tanya Willy mempermainkan Yua.
"Idih, kak Willy cepetan napa! Kenapa sih emangnya?!" Tanya Yua dengan sedikit kesal karena penasarannya yang sudah tingkat akut itu.
"Tapi kamu janji ya, gak bakal ketawain kakak?!" Ucap Willy sambil mengacungkan jari kelingkingnya.
"Iya iya janji deh gak bakalan ketawain." Ucap Yua sambil mengaitkan kelingkingnya pada kelingking Willy. Willy menghela nafasnya dengan berat.
"Ng hmm ng sebenernya ng kakak takut sama ketinggian." Ucap Willy dengan nada ragu dan pelan. Yua hanya mangut-mangut menanggapinya. Sebenarnya Yua ingin sekali tertawa namun dia harus menahan tawanya karena dia sudah berjanji pada Willy untuk tidak menertawakannya.
"Oh gitu, kenapa kakak gak bilang sama Yua? Jadi gini, kan?" Ucap Yua sambil menahan tawanya. Willy yang melihat ekspresi Yua seperti itu, langsung mencubit pipi chubby Yua.
"Tuh kan, malah di ketawain." Ucap Willy sambil mengerucutkan bibir tipisnya. Willy terus-terusan mencubit pipi Yua ke kiri dan ke kanan.
"Aww. Aww. Sakit kak! Lepasin!" Yua mencoba melepaskan tangan Willy tapi tetap tidak bisa.
"Kak Willy, lepasin!" Rengek Yua. Karena tak tega melihat Yua, Willy pun melepaskannya.
"Iya iya udah di lepasin. Oke sebagai hukumannya karena kamu telah melanggar perjanjian tadi, kamu harus traktir kakak ice cream, oke!" Ucap Willy sambil mengeret Yua mencari tukang ice cream, tanpa memperdulikan lirikan envy dari para pasangan remaja yang sedang berkunjung kesana.

"Hmm, numnum."
"Aduh Yua, kalo makan ice cream itu jangan kayak anak kecil dong. Tuh liat belepotan kemana-mana." Ucap Willy sambil mengelap bibir Yua. Yua tersentak tangannya dengan refleks memegang tangan Willy. Willypun mematung menatap Yua yang sedang menatapnya pula tanpa melepaskan tangannya.
PLUK! Ice cream yang berada di tangan Yua pun jatuh ke tanah dan membuat mereka tersadar dari diam sesaatnya. Mereka berdua tampak salting dengan kejadian tadi.
"Hmm, Yu." Panggil Willy.
"Apa kak?" Tanya Yua dengan kikuk.
Keheningan kembali tercipta di antara mereka berdua. Walaupun suasana disana sangat ramai.
"Mau gak, Yua jadi pacar kakak?"
Degdegdeg. Jantung Yua berdegup cepat.
"Hmm..." Ketika Yua ingin menjawab, tiba-tiba Willy bersuara.
"Mungkin ini terlalu cepat. Tapi bukankah cinta itu datang dimana saja, kapan saja dan pada siapa saja. Kakak cinta sama Yua. Maaf, kakak gak terlalu pinter ngerangkai kata-kata. Yua mau kan, jadi pacar kakak?"
"Kakak gak perlu pinter dalam berkata-kata cuma untuk meluluhkan hati Yua. Yua cuma butuh bukti nyata kalau kakak bener-bener cinta sama Yua."
"Terus apa yang harus kakak buktiin?"
"Menjaga hati ini!" Yua memegang dadanya. "Menjaga hati kakak." Lalu Yua memegang dada Willy. "Dan menjaga hati kita." Yua menggenggam tangan Willy dan Willypun membalas pegangan itu. Dan menatap Yua dengan lembut.
"Jadi, kamu mau jadi pacar kakak?"
Yua mengangguk lalu dengan senangnya Willy memeluk erat gadis yang telah menjadi kekasihnya itu.


Dan kamu mengisi hatiku yang kosong
Dan kamu mewarnai hidupku yang sepi

*bersambung

Senin, 11 Juni 2012

Maafkan Aku - Mytha Mamamia


Aku tahu kau sangat membenciku
Terlihat jelas dari matamu menusukku
Membuatku tak mengerti
Salahkah aku bila memandangmu
Karena hasrat jiwaku mengharapkanmu
Biarkanlah beri kesempatan kepadaku
Maafkan aku yang tak bisa menahan dirinya
Tanpa harus ku ungkapkan isi hatiku
Karena kau pun dapat merasakan
Dari pandangan mataku
(maafkan aku) maafkan aku
(tak menahan dirinya)
(ku tahu kau sangat membenciku)
Ku tahu kau sangat membenciku
(hasrat jiwaku untukmu)
Namun kau selalu membenciku
Ku rasakan dari segala sikapmu padaku
Bukankah cinta itu datang
Tanpa ku meminta dan tak pernah terduga
Maafkan aku yang tak bisa menahan dirinya
Tanpa harus ku ungkapkan 
Maafkan aku yang tak bisa menahan dirinya
Tanpa harus ku ungkapkan isi hatiku
Karena kau pun dapat merasakan
Dari tatapan mataku
Maafkan (maafkan aku yang tak bisa menahan dirinya)
(tanpa harus ku ungkapkan) tanpa harus ku ungkapkan
Isi hatiku (isi hatiku) karna kau pun dapat merasakan
Dari pandangan mataku oooh




Sabtu, 09 Juni 2012

Dan Kamu #1

"Maaf, aku rasa hubungan kita cukup sampai disini. Percuma kalau kita pertahankan cinta kita, semuanya akan sia-sia." ucap seorang gadis sambil menatap kekasih yang harus ditinggalkannya itu. Lelaki yang tadi menunduk, mulai menatap gadisnya. "tapi kenapa? Kenapa kita gak coba mempertahankan cinta kita? Kamu gak yakin sama aku?" ucap lelaki itu lirih. "bukan begitu, kamu tahu kan, aku gak bisa melawan keputusan orang tuaku. Orang tua ku telah menjodohkanku dengan anak sahabatnya. Perjodohan itu memang sudah terjalin lama, tanpa aku ketahui." Gadis itu mencoba menjelaskan alasan mengapa ia memutuskan jalinan kasih dengan lelaki itu. Lelaki itu diam tak bergeming. Hatinya benar-benar sakit. Saking sakitnya diapun tak tahu harus berkata apalagi. "Aku harap kamu mengerti, Wil. Aku yakin kamu akan mendapatkan wanita yang terbaik dan itu bukan aku. Terimakasih buat semuanya. Sekali lagi aku minta maaf. I love you Willy." Gadis itu mengecup pipi Willy yang sedari tadi membisu dan berlalu meninggalkannya. Willy tertegun. Gadis itu telah memporak porandakan hatinya. Kini hatinya menjadi hancur lebur.
'kenapa kamu lebih memilih perjodohan itu? Tanpa ingin mempertahankan cinta kita.' jerit hati Willy.

"DARR!"
Willy terperanjat kaget tersadar dari lamunan masa lalunya. Dia mengelus-elus dadanya, lalu mendengus kesal. "Yua! Apa-apaan sih!" ketus Willy pada Yua -orang yang mengagetkan Willy-. Yua mengerucutkan bibirnya dan melipat kedua tangannya di dadanya. "abis kak Willy ngelamun aja sih. Ngelamunin apa sih?" ucap Yua sebal. Willy menghela nafas.
"Mau tau?!" tanya Willy. Yua mengangguk cepat.
"dasar Miss. Kepo! Haha." ejek Willy sambil mengacak-acak rambut Yua. Sedangkan Yua semakin kesal, dan makin mengerucutkan bibirnya, lalu membalikan badannya. Willy tersenyum geli melihat tingkah Yua.
"ngambek ni yee." goda Willy sambil mencolek dagu Yua.
"issh dasar genit!" rutuk Yua.

Rasa gundah yang kini melanda perlahan pergi.
Rasa sakit yang terus menghujat perlahan sirna.



***
Malam ini adalah malam yang indah, dimana banyak bintang bertaburan di hamparan langit yang luas dilengkapi dengan pantulan cahaya bulan yang menerangi malam gelap. Terlihat seorang lelaki terduduk di bangku balkon kamarnya. Memangku gitar sembari memandang langit malam yang indah.
"semakin ku memikirkanmu, semakin ku menggilaimu. Kau bintang di hatiku, terangi setiap langkahku." Sepenggal lirik itu dilantunkan dengan di iringi petikan gitar yang sedari tadi berada di pangkuannya. Lirik lagu tersebut merupakan curahan hatinya. Rupanya lelaki ini sedang merindukan sosok gadis yang selalu menemaninya akhir-akhir ini. Dia merongoh sakunya, dan mengeluarkan BBnya. Lalu menekan beberapa digit number, namun dia masih ragu untuk menekan tombol hijau. "telepon gak yaa?" Dia menatap ragu BBnya. Sedetik kemudian dia menekan tombol merah. Rupanya keberaniannya belum cukup terkumpul untuk menelepon gadis itu.
"Yua, lo lagi apa yaa sekarang? Gue kangen sama lo." ucap lelaki itu kepada sang bintang.

***

"bintang malam katakan padanya, aku ingin melukis sinarmu di hatinya." Tampak seorang gadis sedang bersenandung di balik jendela yang terbuka lebar sembari memandang langit bertaburan bintang malam itu. Angin malam berhembus menggerak-gerakan gordeng kamarnya dan tak jarang pulang menerbangkan anak-anak rambut gadis itu. Terkadang gadis itu bergidik ketika angin menembus kulitnya. Namun dia enggan beranjak dari tempatnya, dia masih betah dengan suguhan alam yang menakjubkan itu.
"kenapa gue tiba-tiba kangen sama kak Willy? Aaah apa mungkin gue jatuh cinta sama kak Willy?" tanya gadis itu pada dirinya sendiri. Entah apa yang kini dia rasakan, dia tak tau sejak kapan perasaan aneh itu menghantui hatinya. Setiap malam ia selalu merindukan sosok Willy yang telah di anggap sebagai kakak olehnya. Namun perasaan itu lebih dari sebatas adik pada kakak.
"kak Willy lagi apa yaa? Yua kangen kakak."

Kurasa tenang saat ku bayangkan wajahmu



*bersambung :))

Akulah Dia #2


“Yuki, I’m very happy!” ucap seseorang dengan girangnya.
“kenapa lo, Fan?! Kemasukan lo?!” ledek Yuki. Stefan tak menghiraukannya, dia terus mengumbarkan senyumannya. Yuki memandang sahabatnya itu. Aneh. Pikir Yuki.
“eh di Tanya malah senyum-senyum. Bener-bener nih anak, kemasukan kali yaa. Jadi ngeri gue. Hahaha. ” Yuki tertawa di atas keanehan sahabatnya.
“gue jadian sama Bela.” Tawa Yukipun perlahan mereda. Jleb! Tiba-tiba pedang panjang menusuk ulu hatinya. Yuki tersenyum pahit. Dia tak ingin terlihat sedih ketika sahabatnya senang.
“ciyee, selamet yaa. Akhirnya sobat gue punya pacar juga. Hehe. Ngomong-ngomong Bela, kapan lo ketemunya, bukannya waktu itu lo ketemuan Voke?!”
“jadi gini, waktu itu tuh gue emang ketemuan sama Voke, dan dia itu bawa temennya yang tak lain adalah Bela. Waktu disana, Voke malah keasikan dandan dan teleponan entah sama siapa, jadi gue ngobrol sama Bela.” Stefan menghela nafasnya sebentar kemudian dia melanjutkan lagi ceritanya. “setelah di ajak ngobrol banyak, ternyata Bela asyik juga di ajak ngobrol, dan gue nyaman sama dia. Dia itu perempuan yang buat gue nyaman setelah nyokap gue dan lo. Dan beberapa hari setelah itu kita jadian deh.” Ucapnya panjang lebar dengan ekspresi senangnya. Yuki yang sedari tadi mendengarkannya hanya bisa diam. Tanpa dia sadari air matanya mengalir perlahan di pipi putihnya.
“Yuki lo nangis?!” Tanya Stefan ketika dia melihat Yuki yang ada di sampingnya. Yuki langsung menghapus air mata nya. “gak kok, gue Cuma kelilipan. Hehe.” Ucap Yuki sambil mengucek-kucek matanya.
Drrt.. Drrt.. Drrt..
BB Stefan pun bergetar. Stefan langsung membuka pesan itu. Dengan perasaan senang Stefan membalas pesan itu.
“eh, Yuk, gue cabut dulu yaa. Bye.” Stefanpun meninggalkan Yuki sendiri di tempat rahasia mereka. Yuki tertegun melihat kepergian Stefan. Dia merasa Stefan telah berubah. Tak biasanya Stefan membiarkan Yuki saat kelilipan, biasanya dia menolong meniup mata Yuki. Meskipun tadi hanya kelilipan pura-pura, tapi setidaknya Stefan membantunya. Terus satu lagi, biasanya ketika Stefan hendak pergi pasti dia tidak lupa mengacak-acak rambut Yuki, tapi tadi? Stefan bahkan lupa akan hal itu. Yuki takut kehilangan Stefan yang dulu. Stefan yang tak pernah lupa mengacak-acakan rambutnya ketika hendak pergi, meskipun Yuki selalu kesal akan hal itu. Bela berhasil membuat Stefan berubah dan melupakan dirinya. Yuki menangis. Terisak pilu.
“ARRGGHH!”


Sebuah asa yang terlalu lama ku simpan ini hanya untukmu,
Tak ada yang lain
Namun mengapa masih saja kau terus membuka hati untuk yang lain
#KU
***
Hari-hari tlah mereka lewati. Stefan dan Bela semakin lengket. Sedangkan Stefan dan Yuki jarang sekali bertemu. Sekalinya bertemu pasti Yuki sebisa mungkin menghindar dari Stefan. Tak jarang Yuki melihat Stefan dan Bela sedang jalan berdua.
“eh Ki, kemana aja lo?” sapa Stefan ketika mereka tak sengaja bertemu di koridor kampus.
“eh, Fan. Gue ada aja kok. Hehe.” Jawab Yuki kikuk. Ingin sekali dia memeluk pria yang ada di hadapannya kini, tapi dia takut.
“ntar jalan yuk!” ajak Stefan. Yukipun mengangguk cepat, karena inilah hal yang ia tunggu-tunggu.
“ntar sore bareng Bela.” Yuki down seketika saat Stefan bilang ‘bareng Bela’.
“eh, Fan kalo sore gue gak bisa deh, ada perlu.” Sebisa mungkin Yuki menolak ajakan Stefan. Dia hanya tak ingin pada saat nanti dia melihat kemersaan kedua sejoli yang sejak di mabuk cinta itu –Stefan dan Bela-.
“yaah, elo gak asik ah.” Stefan mengerucutkan bibirnya. Yuki terkekeh melihat tingkah Stefan.
“lo kangen yaa sama gue?!” ejek Yuki.
“iya, gue kangen sama lo.” Dug dug dug. Detak jantung Yuki berdegup kencang. Wajahnya terasa panas, mungkin kini wajahnya berubah menjadi merah.
“gue kangen ngacak-ngacak rambut lo kayak gini.” Ucap Stefan sembari mengacak-acak rambut Yuki. Yuki yang baru saja terbang ke langit ke tujuh harus terjatuh lagi ke permukaan bumi. Yuki mendengus kesal. “ih Stefaaaaan!”

Cintaiku
Ku berharap kau kelak kan cintai aku
Saat kau telah tak bersama kekasihmu
Kulakukan semua agar kau cintaiku
***
“hah? Itu kan Bela?! Tapi kok bukan sama Stefan?” seseorang melihat Bela dan seorang pria keluar dari toko perhiasan. Mereka berdua terlihat begitu mesra. Tak jarang mereka memamerkan kemesraan itu.
***
“Stefan?!” Desis Yuki ketika dia melihat Stefan berada di tempat rahasia mereka berdua. “kok lo ada disini?! Bukannya lo jalan yaa sama Bela?” Tanya Yuki heran.
“eh, Yuki. Ga nih, katanya dia mau pergi sama nyokapnya gitu.” Jawab Stefan.
“hah? Sama nyokapnya? Tapi tadi gue liat dia sama cowok, gue kira dia pergi sama lo.” Ucap Yuki. Ya, tadi sebelum dia ke tempat rahasianya itu, dia menyempatkan diri untuk ke toko buku yang berada di mall terdekat. Namun tanpa di duga dia melihat Bela dengan pria lain keluar dari toko perhiasan dan bermesraan.
“serius, Yuk?! Lo gak bohong, kan?!” ucap Stefan terkejut. Yuki mengangguk cepat, kemudian dia menceritakan apa yang dia lihat tadi.
“Argh! Gak mungkin. Bela gak mungkin selingkuh!” tampak sekali, raut wajahnya menyimpan amarah. Dia mengepalkan tangannya. Stefan sangat frustasi akan hal itu. Dia tak percaya dengan pernyataan Yuki tadi. Sedangkan Yuki sendiri, dia takut dengan tatapan Stefan saat itu. Baru kali ini Yuki melihat Stefan semarah itu.
“bilang sama gue, Yuk, kalo lo itu bohong. Iya, kan? Lo bohong, kan? Bilang sama gue, Yuk! Bilang!” Stefan menggoyang-goyangkan bahu Yuki, dan Yuki hanya diam tertunduk. “Yuki cepetan bilang sama gue, kalo semua itu bohong!” Stefan terus mencengkram bahu Yuki, sampai-sampai Yuki meringis kesakitan. Tanpa terasa bulir-bulir air mata Yuki mengalir deras membentuk aliran sungai di pipinya. Benar Bela sudah membutakan Stefan, sampai-sampai tanpa Stefan sadari dia telah menyakiti lahir batinnya Yuki. Hati Yuki sakit, dia tak menyangka secepat itukah Stefan jatuh hati pada Bela.
“gue gak bohong! Gue liat pake mata kepala gue sendiri. Gue gak bohong.” Ucap Yuki. Dia semakin terisak. “arrgh!” Stefan melepaskan cengkraman tangannya dengan kasar, Yuki juga hampir jatuh di buatnya. Yuki terus terisak, tubuhnya bergetar. Stefan dengan segenap amarah di hatinyapun meninggalkan Yuki yang asyik dengan tangisnya.
‘lo berubah, Stef. Gue gak nyangka lo kasar sama gue. Gue cuma gak mau lo terbuai lebih dalam lagi. Karena gue sayang sama lo, Stef. Gue cinta sama lo.’ Tangis batinnya.

Cintaku padamu begitu besar
Namun kau tak pernah bisa merasakan


Terlalu jauh engkau melihat
Coba rasakan yang ada di sekitarmu

*bersambung :))

Akulah Dia #1


Seorang gadis tampak risau, mondar-mandir kesana kemari. Meluaskan pandangannya ke segala arah mencari sosok di tunggunya sejak satu jam yang lalu. Di lihat lagi jam yang terpasang manis di lengan kirinya sudah menunjukkan pukul 21.00. Sudah hampir larut ternyata. Awan gelap tanpa di hiasi gemerlap bintang menjadi saksi penantian itu. Karena sudah lelah menunggu orang yang tak kunjung datang, dia pun meninggalkan tempat itu dengan kepingan hati yang rapuh.
***
“Yuki!”
Sang empunya nama pun menoleh ke arah suara, lalu di dengan sigap membalik badannya dan mendelik ketika ia tahu orang yang  memanggilnya itu. Yuki beranjak dari tempat duduknya. Ketika ia hendak meninggalkan orang itu ada sebuah tangan kekar memegang tangannya yang lebih kecil itu. Dengan sekuat tenaga Yuki menepis tangan itu, namun itu tak membuat cengkraman tangan kekar itu lepas dari tangan Yuki.
“mau lo apa sih?” Tanya Yuki dengan penuh kekesalan.
“lo kenapa sih, Yuk?!” ucap orang itu tanpa menjawab pertanyaan dari Yuki.
“lo Tanya gue kenapa? Tanya aja ke diri lo sendiri?” orang itupun terdiam, memikirkan apa kesalahannya. Perlahan tangan orang itu terlepas dari tangan Yuki.
“soal kemaren yaa? Sorry gue lupa. Seriusan!” orang itu terduduk lemas di bangku yang tadi di duduki oleh Yuki. Dia tampak menyesal dengan perbuatannya. Yuki pun tak tega melihat sahabatnya ini. Diapun duduk di sebelah orang itu. Yuki memang tidak bisa terlalu lama marah pada sahabatnya itu. Apalagi ketika melihat mata coklat teduh yang  nan indah itu.
“maaf.” terdengar lagi suara lirih dari sahabatnya itu.
“iya gue maafin.” Ucap Yuki pada akhirnya. “emangnya kemaren lo kemana?” Tanya Yuki.
“mmm, kemaren gue ketemuan sama Audi.” Ucap orang itu dengan hati-hati, dia takut Yuki marah padanya, apalagi hal itu merupakan hal yang membuat dia lupa akan janjinya pada Yuki.
“oh..” jawab Yuki singkat.
“lo gak marah, kan?” sebenarnya ingin sekali Yuki marah, hatinya sakit. Sudah lebih dari dua kali sahabatnya itu lupa dengan janjinya dengan alasan ketemuan dengan orang lain yang kebanyakan dri mereka adalah para gadis. Hatinya seperti di tusuk ribuan jarum. Namun apa boleh buat, karena posisinya saat ini hanya sebagai sahabat.
“hh, ngapain gue marah?!” ucap Yuki menyembunyikan rasa sakitnya. “eh, ya, Stef. Gimana pertemuan lo sama Audi? Sukses?” tanyanya berpura-pura. Jujur saja Yuki takut apabila mengetahui respon baik dari Stefan, dan itu tandanya Stefan sudah menemukan gadis yang cocok untuknya. Namun rasa penasarannya mampu mengalahkan rasa takutnya, sehingga dia berani menanyakan hal tersebut.
“sukses sih, tapi gue gak suka sama dia.” Jawaban Stefan dapat membuat Yuki merasa sedikit lega. Yuki menyerngitkan alisnya seakan bertanya ‘kenapa?’, ada secercah harapan di hatinya. Seakan mengerti maksud dari ekspresi Yuki, Stefanpun menjawab, “gue ngerasa gak cocok aja.”
Yuki hanya mangut-mangut meresponnya. Di hati kecilnya dia merasa senang karena Stefan merasa tidak cocok dengan gadis itu.
“Yuk, lo kok ngelamun sih?!” ucap Stefan tiba-tiba.
“hah, gak kok, hehe.” Jawab Yuki gelagapan. “eh Fan, ntar sore jalan yuk! Bosen nih diem terus di rumah.” Ajak Yuki.
“yaah, Yuk, sorry bukannya gue gak mau tapi gue mau jalan sama Voke, hehe maaf yaa.” Tolak Stefan dengan lembut, dia merasa tak enak pada Yuki karena telah menolak ajakan Yuki, tapi dia terlanjur ada janji sama orang lain. Sret! Hati Yuki kembali tersayat.
“oh iya deh gak apa-apa. Voke? Siapa lagi tuh?” Tanya Yuki.
“siapa yaah? Siapa aja boleh.” Ucap Stefan mempermainkan Yuki. Yuki hanya mendengus kesal, kali ini dia malas menanggapi ucapan Stefan, karena dia tau, luka hatinya akan tergali lebih dalam lagi.
“eh Fan, gue kesana dulu yaa, ada perlu.” Yuki pun pergi meninggalkan Stefan yang saat ini sedang terheran-heran dengan perubahan sikap Yuki tadi. Tak seperti biasanya.

Sebenarnya Yuki tidak ada perlu dengan siapapun saat itu, dia hanya tidak tahan tegar di hadapan Stefan. Dia takut kalau dia tidak dapat menahan air matanya di hadapan Stefan. Kini Yuki berada di belakang sekolah, tampat favoritnya di kala suka dan duka. Ingin sekali dia berteriak meluapkan semua rasa yang ada di hatinya, namun dia takut ada yang mendengarkannya. Dan kala itu, Yuki hanya bisa menangis.
‘gue sayang sama lo Stef. Gue sayang sama lo tuh lebih dari sayang sahabat. Apa lo gak ngerasain itu?’

Tak pernah berhenti mencari cinta
Slalu saja ada yang tak kamu suka
Terlalu jauh engkau melihat 
Coba rasakan yang ada di sekitar mu

*bersambung :))