“Yuki, I’m very happy!” ucap
seseorang dengan girangnya.
“kenapa lo, Fan?! Kemasukan lo?!”
ledek Yuki. Stefan tak menghiraukannya, dia terus mengumbarkan senyumannya.
Yuki memandang sahabatnya itu. Aneh. Pikir Yuki.
“eh di Tanya malah senyum-senyum.
Bener-bener nih anak, kemasukan kali yaa. Jadi ngeri gue. Hahaha. ” Yuki
tertawa di atas keanehan sahabatnya.
“gue jadian sama Bela.” Tawa
Yukipun perlahan mereda. Jleb! Tiba-tiba pedang panjang menusuk ulu hatinya.
Yuki tersenyum pahit. Dia tak ingin terlihat sedih ketika sahabatnya senang.
“ciyee, selamet yaa. Akhirnya
sobat gue punya pacar juga. Hehe. Ngomong-ngomong Bela, kapan lo ketemunya,
bukannya waktu itu lo ketemuan Voke?!”
“jadi gini, waktu itu tuh gue
emang ketemuan sama Voke, dan dia itu bawa temennya yang tak lain adalah Bela.
Waktu disana, Voke malah keasikan dandan dan teleponan entah sama siapa, jadi
gue ngobrol sama Bela.” Stefan menghela nafasnya sebentar kemudian dia
melanjutkan lagi ceritanya. “setelah di ajak ngobrol banyak, ternyata Bela asyik
juga di ajak ngobrol, dan gue nyaman sama dia. Dia itu perempuan yang buat gue
nyaman setelah nyokap gue dan lo. Dan beberapa hari setelah itu kita jadian
deh.” Ucapnya panjang lebar dengan ekspresi senangnya. Yuki yang sedari tadi
mendengarkannya hanya bisa diam. Tanpa dia sadari air matanya mengalir perlahan
di pipi putihnya.
“Yuki lo nangis?!” Tanya Stefan
ketika dia melihat Yuki yang ada di sampingnya. Yuki langsung menghapus air
mata nya. “gak kok, gue Cuma kelilipan. Hehe.” Ucap Yuki sambil mengucek-kucek
matanya.
Drrt.. Drrt.. Drrt..
BB Stefan pun bergetar. Stefan
langsung membuka pesan itu. Dengan perasaan senang Stefan membalas pesan itu.
“eh, Yuk, gue cabut dulu yaa.
Bye.” Stefanpun meninggalkan Yuki sendiri di tempat rahasia mereka. Yuki tertegun
melihat kepergian Stefan. Dia merasa Stefan telah berubah. Tak biasanya Stefan
membiarkan Yuki saat kelilipan, biasanya dia menolong meniup mata Yuki.
Meskipun tadi hanya kelilipan pura-pura, tapi setidaknya Stefan membantunya.
Terus satu lagi, biasanya ketika Stefan hendak pergi pasti dia tidak lupa
mengacak-acak rambut Yuki, tapi tadi? Stefan bahkan lupa akan hal itu. Yuki
takut kehilangan Stefan yang dulu. Stefan yang tak pernah lupa mengacak-acakan
rambutnya ketika hendak pergi, meskipun Yuki selalu kesal akan hal itu. Bela
berhasil membuat Stefan berubah dan melupakan dirinya. Yuki menangis. Terisak
pilu.
“ARRGGHH!”
Sebuah asa yang terlalu lama
ku simpan ini hanya untukmu,
Tak ada yang lain
Namun mengapa masih saja kau terus membuka hati untuk yang lain
#KU
***
Hari-hari tlah mereka lewati.
Stefan dan Bela semakin lengket. Sedangkan Stefan dan Yuki jarang sekali
bertemu. Sekalinya bertemu pasti Yuki sebisa mungkin menghindar dari Stefan.
Tak jarang Yuki melihat Stefan dan Bela sedang jalan berdua.
“eh Ki, kemana aja lo?” sapa
Stefan ketika mereka tak sengaja bertemu di koridor kampus.
“eh, Fan. Gue ada aja kok. Hehe.”
Jawab Yuki kikuk. Ingin sekali dia memeluk pria yang ada di hadapannya kini,
tapi dia takut.
“ntar jalan yuk!” ajak Stefan.
Yukipun mengangguk cepat, karena inilah hal yang ia tunggu-tunggu.
“ntar sore bareng Bela.” Yuki
down seketika saat Stefan bilang ‘bareng Bela’.
“eh, Fan kalo sore gue gak bisa
deh, ada perlu.” Sebisa mungkin Yuki menolak ajakan Stefan. Dia hanya tak ingin
pada saat nanti dia melihat kemersaan kedua sejoli yang sejak di mabuk cinta
itu –Stefan dan Bela-.
“yaah, elo gak asik ah.” Stefan
mengerucutkan bibirnya. Yuki terkekeh melihat tingkah Stefan.
“lo kangen yaa sama gue?!” ejek
Yuki.
“iya, gue kangen sama lo.” Dug
dug dug. Detak jantung Yuki berdegup kencang. Wajahnya terasa panas, mungkin
kini wajahnya berubah menjadi merah.
“gue kangen ngacak-ngacak rambut
lo kayak gini.” Ucap Stefan sembari mengacak-acak rambut Yuki. Yuki yang baru
saja terbang ke langit ke tujuh harus terjatuh lagi ke permukaan bumi. Yuki
mendengus kesal. “ih Stefaaaaan!”
Cintaiku
Ku berharap kau kelak kan cintai aku
Saat kau telah tak bersama kekasihmu
Kulakukan semua agar kau cintaiku
***
“hah? Itu kan Bela?! Tapi kok
bukan sama Stefan?” seseorang melihat Bela dan seorang pria keluar dari toko
perhiasan. Mereka berdua terlihat begitu mesra. Tak jarang mereka memamerkan
kemesraan itu.
***
“Stefan?!” Desis Yuki ketika dia
melihat Stefan berada di tempat rahasia mereka berdua. “kok lo ada disini?!
Bukannya lo jalan yaa sama Bela?” Tanya Yuki heran.
“eh, Yuki. Ga nih, katanya dia
mau pergi sama nyokapnya gitu.” Jawab Stefan.
“hah? Sama nyokapnya? Tapi tadi
gue liat dia sama cowok, gue kira dia pergi sama lo.” Ucap Yuki. Ya, tadi
sebelum dia ke tempat rahasianya itu, dia menyempatkan diri untuk ke toko buku
yang berada di mall terdekat. Namun tanpa di duga dia melihat Bela dengan pria
lain keluar dari toko perhiasan dan bermesraan.
“serius, Yuk?! Lo gak bohong,
kan?!” ucap Stefan terkejut. Yuki mengangguk cepat, kemudian dia menceritakan
apa yang dia lihat tadi.
“Argh! Gak mungkin. Bela gak
mungkin selingkuh!” tampak sekali, raut wajahnya menyimpan amarah. Dia
mengepalkan tangannya. Stefan sangat frustasi akan hal itu. Dia tak percaya
dengan pernyataan Yuki tadi. Sedangkan Yuki sendiri, dia takut dengan tatapan
Stefan saat itu. Baru kali ini Yuki melihat Stefan semarah itu.
“bilang sama gue, Yuk, kalo lo
itu bohong. Iya, kan? Lo bohong, kan? Bilang sama gue, Yuk! Bilang!” Stefan
menggoyang-goyangkan bahu Yuki, dan Yuki hanya diam tertunduk. “Yuki cepetan
bilang sama gue, kalo semua itu bohong!” Stefan terus mencengkram bahu Yuki,
sampai-sampai Yuki meringis kesakitan. Tanpa terasa bulir-bulir air mata Yuki
mengalir deras membentuk aliran sungai di pipinya. Benar Bela sudah membutakan
Stefan, sampai-sampai tanpa Stefan sadari dia telah menyakiti lahir batinnya
Yuki. Hati Yuki sakit, dia tak menyangka secepat itukah Stefan jatuh hati pada
Bela.
“gue gak bohong! Gue liat pake
mata kepala gue sendiri. Gue gak bohong.” Ucap Yuki. Dia semakin terisak.
“arrgh!” Stefan melepaskan cengkraman tangannya dengan kasar, Yuki juga hampir
jatuh di buatnya. Yuki terus terisak, tubuhnya bergetar. Stefan dengan segenap
amarah di hatinyapun meninggalkan Yuki yang asyik dengan tangisnya.
‘lo berubah, Stef. Gue gak
nyangka lo kasar sama gue. Gue cuma gak mau lo terbuai lebih dalam lagi. Karena
gue sayang sama lo, Stef. Gue cinta sama lo.’ Tangis batinnya.
Cintaku padamu begitu besar
Namun kau tak pernah bisa merasakan
Terlalu jauh engkau melihat
Coba rasakan yang ada di sekitarmu
*bersambung :))
0 komentar:
Posting Komentar