CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Jumat, 21 Maret 2014

Cinta Karena Terbiasa


Cinta Karena Terbiasa

Ini bukanlah cerita cinta seperti cerita di negri dongeng, drama Korea dan sinetron –gaje-. Dan cerita ini juga tidak seromantis Do Min Joon dan Cha Song Yi, tidak seindah Cinderella dan pangeran.  Tapi cinta ini akan berakhir indah jika kita menjalaninya dengan ikhlas.
Muti. Seorang mahasiswi di salah satu Universitas, jurusan Fisika. Dia jago banget dalam hal coret-mencoret kertas.  Bukan hal turun-menurunkan rumus. Bahkan banyak yang bertanya-tanya dengan kehadirannya di jurusan Fisika ini, ini anak salah jurusan deh kayaknya?  Ngomong-ngomong soal ‘salah jurusan’, kayaknya emang lagi ‘HITS’ banget nih dikalangan mahasiswa. Orang pengen masuk jurusan A malah masuk ke jurusan Z. Dan hal ini, pas banget dialami sama Muti. Gadis ini memang pengen banget masuk jurusan Seni Rupa, biar jadi seniman terkenal gitu, tapi karena sesuatu –yang sulit dijelaskan- dia belok ke jurusan Fisika. Yoweslah~
Sebulan, dia memang tetap stay di Fisika. Tapi apakah ada pelajaran yang masuk? Bisa dibilang tidak. Muti masih melakukan adaptasi dengan  Fisika -hal yang kurang disukainya-. Baginya Fisika itu monster yang menyeramkan. Ergh~
Satu semester udah dilewati, dan keinginan untuk lepas dari Fisika ini semakin besar. Muti udah mencoba beradaptasi, tapi tetep aja gak bisa. –Bukan gak bisa, tapi belum bisa kali yaa-
Masuk semester dua udah banyak gembar-gembor pengen pindah jurusanlah, ikut tes sana-sinilah, itulah, inilah. Intinya mereka ingin beranjak dari jeratan ini. Sama, Mutipun ingin melakukan hal itu.  Ikut tes ulang mungkin solusi terbaik saat ini.
Menjelang tes ulang, Muti dilanda sebuah dilema. Dia terjebak antara dua pilihan. Ikut tes? Atau Stay? Disisi lain dia ingin banget masuk jurusan yang disukainya. Tapi disisi lain, dia mulai nyaman dengan keadaan di Fisika, baik teman, dosen maupun pelajarannya. Selain itupun, Muti dilanda krisis ekonomi. Gak mungkin kan harus maksain minta uang tes ke orang tua? Sedangkan orang tuanya sedang ‘sensitif’ terhadap dana.  Dari situ, Muti berfikir. Dia harus bertahan dan melawan musuh terbesarnya. Toh, cita-citanya sebagai seniman masih bisa dia raih tanpa harus dia kuliah di bidang tersebut. Asal ada tekad, dia pasti bisa. Muti menghela nafas dan bergumam “SEMANGAT! Kamu pasti bisa, Mut!”
Udah tingkat dua lagi nih, Muti senang. Karena dia dapat beradaptasi disini.  Meski dia tak semenojol teman-teman sepermainannya, dia masih bertahan di Fisika ini pun udah bersyukur banget.  Muti selalu berusaha menjadi lebih baik meski dia bukan yang terbaik. Saat rasa jenuh datang menghampirinya, dia masih tetap bisa berkarya di bidang seninya. Muti selalu ingat pesan Ibunya, “Jangan pernah jadikan hobimu jadi pekerjaan tetap.” Dari situ Muti sadar, dengan dirinya menempuh pendidikan di Fisika , dia bisa mendapatkan ilmu lain, selain seni.
Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun, Muti lewati. Muti mulai terbiasa dengan soal-soal yang –bisa dibilang- memutar-putar logikanya, turun-menurun atau tanjak-menanjak (emang ada ya? Haha) Rumus, pokoke menguras pikiran dan hati (eciyee). Dan sampai akhirnya dia lulus dan mendapat gelar S.Si dari jurusan Fisika. Alhamdulillah, Muti sangat bersyukur. Karena apa yang ditempuhnya selama ini tak sia-sia. Mulai dari melawan musuh, sulit beradaptasi, menangis, bahkan nyaris menyerah. Muti bisa, karena diaterbiasa. Terbiasa menghadapi hari yang tak biasa. Fisika memang tak bisa dia taklukan seutuhnya, tapi setidaknya Muti kini bersahabat baik dengannya.  Jadi inget kata pepatah jawa “Witing tresno jalaran soko kulino


Semoga Terinspirasi J



By : Si Pena Biru ^^