CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Jumat, 30 November 2012

Kisah Kita [Cerpen]


Hari ini begitu berarti
 Tiga tahun sudah kita tlah lewati
Malam ini hanya  kau dan aku mengenang semua rasa yang ada

Drrt drrt ….
Seorang gadis mengambil ponselnya  yang terletak di meja kerjanya.

From : MyRainbow
Sayang, datang ke kafe biasa yaa. Dandan yang cantik.
Love you… :*

Gadis itu tampak berseri-seri. Terlihat semburat merah menyeruak di pipi chubby-nya. Dengan perasaan yang berbunga-bunga, dia mengetik keypad Hpnya untuk membalas.

To : MyRainbow
Oke sayang, see you.
Love you too :*

Setelah  membalas pesannya dia langsung beranjak pulang dan bersiap siap untuk bertemu dengan kekasihnya.
***
Tampak seorang gadis yang sedang menyeruput orange juice nya. Sesekali pandangannya tertuju pada pengunjung yang datang lewat pintu utama. Rupanya dia sedang menunggu seseorang. Terkadang dia memanyunkan bibirnya dan mendecak kesal.
Tiba-tiba ada seorang  yang menutup mata indahnya.
“ish siapa sih?!”ucap gadis itu sembari melepaskan tangan orang tersebut dengan kasar. Tanpa menoleh ke arah siempunya tangan kekar itu.
“oow santai, baby!” ucapnya, dia terkekeh pelan. Dia sengaja merubah nada suaranya menjadi berat.
“baby, baby emang lo siapa sih panggil gue seenak jidat lo.” Gadis itu belum saja menoleh kearah orang tadi.  Karena ketakutan akan orang asing hinggap di dirinya. Dia merutuki kekasihnya yang belum datang sampai saat ini. Pikiran negative mulai menyeruak pada otaknya. Duh, My Rainbow mana sih? Oh God, help me! Jerit batin gadis itu.
“yeey, kamu kok gitu sih. ” kata orang itu sambil duduk di hadapan gadis-nya- itu.
“Stefan! Aku kira siapa?” pekik Sang gadis dengan kagetnya. Ternyata orang yang menutup matanya tadi adalah kekasihnya yang di tunggunya. “Kamu kok lama sih? Aku udah nunggu dari tadi loh.” ucap gadis itu sambil cemberut. Stefan terkekeh geli melihat tingkah kekasihnya itu. Inilah yang dia suka, Yuki yang polos apa adanya dan gak jaim.
“Aduh, maaf  Yuki, sayang. Tadi aku ke jebak macet. ” ucap Stefan sembari mengacak acak rambut Yuki.
“Ah, Stefan, jangan di acak-acak dong, nanti cantik aku nya ilang.” Ucap Yuki kesal, sembari merapikan rambutnya.
“Meskipun acak-acakan kamu tetep cantik, sayang. ” Puji Stefan. Dia mengecup tangan Yuki dan membuat warna merah pada pipi chubby gadisnya itu.
“Ah, kamu apaan sih, aku malu tau,” Pernyataan Yuki yang polos itu membuat Stefan terkekeh kecil.
“Happy Anniversary 3rd, sayang.” Ucap Stefan sambil  mengecup kening  Yuki. “Gak kerasa yaa, kita udah jalani ini selama tiga tahun. Banyak yang aku alami selama itu. Saat aku harus bisa hadapi masalah, bersikap lebih dewasa, mengontrol emosi ku. Kamu selalu ada di sampingku, saat suka maupun dukaku. Dan karena itu, aku mau ngucapin banyak ucapin terimakasih sama kamu karena kamu telah menjadi warna dalam hidupku. Kamu adalah pelangi yang diciptakan Tuhan untukku.” Kata Stefan dengan suara yang lembut, tatapan mata yang lembut pula serta senyum indah yang tersungging di bibirnya.
“Sama-sama Stef. Aku bingung mau ngomong apa, semua yang kamu ucapkan itu udah mewakili kata hatiku, Stef. You’re my Rainbow, Stef.” Yuki memeluk erat Stefan. Seakan dia enggan kehilangan kekasihnya. Stefan  melepaskan pelukannya dan menatap mata indah milik Yuki yang mampu menghangatkan dan memberi warna pada hatinya.

“Yuki ada mau aku kasih ke kamu, tutup mata ya!” perintah Stefan. Yuki menutup mata nya dan Stefan mulai memasangkan kalung berinisialkan “SY” [singkatan dari nama mereka berdua “stefan yuki”] itu ke Leher jenjang kekasihnya. Kalung indah yang berhiaskan berlian itu tampak indah ketika sudah tersemat di leher Yuki. Perlahan yuki membuka matanya dan melihat kalung yang Stefan berikan.
“Stef , bagus banget makasih yaa. I love you.”  Yuki memeluk Stefan.
“I love you too.” Stefan membalas pelukannya . Setelah adegan itu selesai mereka mulai memesan  makanan dan mengenang semua yang yang mereka lalui selama tiga tahun kebelakang mulai dari awal mereka bertemu, jadian bahkan saat mereka hampir putus gara gara pihak ke tiga. Meredam emosi, kepercayaan, kesetiaan dan komunikasi yang menjadi jurus jitu pasangan ini.

  
***

“Makasih ya, Stef buat hari ini”
“Sama-sama, Ki.”
“Ya udah kalo gitu, kamu mau mampir dulu?” Yuki menawarkan  Stefan masuk ke dalam rumahnya.
“Maaf Ki, lain kali aja yaa. Salam buat mama, papa aja ya.”
“Siap boss!” Yuki memberikan hormat lalu pergi meninggalkan Stefan. Namun belum jauh Yuki berjalan, Stefan memangilnya. “Yuki!” Sang empunya nama pun menoleh kearah Stefan.
“Ada apa Stef?” Stefan  menghampiri  Yuki dan berbisik, “Ada yang lupa…” Tiba-tiba saja Stefan mengecup pipi Yuki. Yuki hanya bisa tersenyum  dan kembali meneruskan langkahnya.
“Besok pagi aku tunggu di taman yaa, jam tujuh.”  Teriak Stefan.  Yuki mengacungkan  jempolnya tanpa berbalik sambil senyum-senyum gak jelas.

Masa-masa yang indah
Penuh warna dan juga canda ceria
Akankah kita temui, kebahagiaan seperti ini lagi

***

“Ki, aku sayang kamu.” Ucap Stefan tanpa melirik Yuki yang ada di sampingnya.
“Aku tau kok, aku juga sayang kamu.” Yuki menoleh ke arah Stefan dengan raut wajah bingung, belum pernah Stefan seserius ini sebelumnya.
“Ki, maafin aku.” Kini Stefan menatap mata Yuki. Mata yang membuat dirinya merasa nyaman.
“Maaf karena apa, Stef? Kamu gak ada salah kok sama aku.” Yuki  bingung, tumben banget Stefan  minta maaf tanpa sebab atau jangan-jangan. Shut! Yuki mencoba membuang jauh jauh pikiran negatifnya.
“Aku harus pergi, Ki. Selama beberapa tahun.” Ucap Stefan lirih, dia menatap yuki yang sedari tadi memasang wajah bingungnya. “Aku harus pergi beberapa tahun untuk meneruskan kuliahku di Ausy, ini sebenarnya  udah aku rencanain sejak lama.  Aku ingin mencapai cita-citaku di sana. Kamu tahu kan, Ki. Ini yang aku mimpikan selama ini. Aku dapat beasiswa di Universitas Art. Dan ini benar-benar udah di depan mata. Aku gak mungkin menolak kesempatan ini. Aku harap kamu ngerti yaa, sayang?” Ucap Stefan panjang lebar. Tanpa disuruh, butiran air mata kini telah meluap sungai di pipi chubby Yuki. Dia tahu, dia tak punya hak untuk melarang kekasihnya. Melarang untuk mencapai cita-cita yang  dimimpikannya selama ini. Tapi namanya juga hati, hati tidak bisa bohong. Sebenarnya hatinya tak rela, tapi apa boleh buat. Tuhan telah mengatur segalanya dan mungkin ini adalah ujian pejalanan cinta mereka. “Aku ngerti, raihlah mimpi dan cita-cita kamu, kesempatan tak akan datang dua kali, bukan?” Yuki mengembangkan  senyuman di dalam tangisan nya, ia berusaha untuk tegar.
“Makasih sayang, aku janji  aku pasti akan kembali aku akan menjaga cinta ini. Udah ya jangan nangis, aku gak tega liat kamu nangis.” Stefan mengusap air mata Yuki yang masih menggenang di  pipinya.
“I love you, My Princess”
“I love you too, My Rainbow”

Selamat tinggal kasih, hapuslah air matamu
Aku pergi jauh, namun kan kembali
Selamat tinggal sayang
Semoga kau dan aku, akan terus abadi menyatu
Menjaga perasaan itu
Jadikan hari ini, sebagai satu kisah
Yang manis dan kan terus di kenang




“Jika Engkau, mengijinkan kami bersama, ku mohon pertemukan kami dengan cara-indah-Mu. Aku akan terima apapun keputusan-Mu. Aku akan menjaga hati ini, untuk mendapatkan Ridho-Mu agar aku selalu bersamanya. Dan aku percaya, tulang rusuk takkan pernah tertukar.”—Stefan dan Yuki-- 

Jumat, 09 November 2012

Dan Kamu #9


Previous 


"Bodoh, hiks~" 
"I will, Kak! Hiks.. Hiks.." 
Brukk! Tubuh Yua ambruk dan tangisnya terus mengguncang. 





Next! Happy reading! Check this out! 






Cklek! Yua pulang dengan jalan gontai. Matanya sembab, rambut yang tadi terurai rapi kini sedikit berantakan. Dia mencoba menghentikan tangisnya namun tak kuasa. Airmata dan isakan terus keluar. Dia menyesal dengan tingkahnya tadi. Dia tak menyangka semuanya akan terjadi seperti ini. Hanya karena syok yang berlebihan akibat aksi Willy tadi, membuatnya Yua tak mampu bersuara dan menjawab lamaran Willy. Kimmy yang baru saja dari dapur dan menuju ke kamarnya yang kebetulan melewati kamar Yuapun merasa iba, ketika dia mendengar samar-samar isakan Yua. Rasa penasaran menyeruak dalam hatinya. Berbagai pertanyaan mulai timbul dalam pikirannya. 'Bukannya Willy ngelamar Yua ya? Kok Yua bisa nangis sih? Pasti ada apa-apa.' Pikir Kimmy. Ingin sekali Kimmy masuk ke kamar Yua, tapi... Kimmy tau kalau sudah begini Yua tak ingin di ganggu. Yua ingin sendiri. 



*** 



"Kimsay, kamu lagi nelepon siapa?" Tanya Kevin, saat melihat istrinya mondar-mandir sambil memegang HP yang di pasang di telinganya. "Sst." Kimmy mengisyaratkan pada Kevin agar diam. "Halo" 
"...." 
"Ada masalah apa sih sebenernya? Aku gak tega liat dia kayak gitu." Ucap Kimmy to the point. 
"..." 
Tersirat raut wajah harap-harap cemas pada Kimmy. Kevin sang suami tampak bingung dengan kelakuan istrinya. Dia kesal, karena istrinya malah sibuk dengan teleponnya itu. Dan daripada betenya makin berjibun, Kevin mengambil mobil -dengan remote control- nya dan memainkannya. Kimmy yang tak sengaja melihat suaminya itu terkekeh geli. 
"Hmm, ya terus?" 
"...." 
"Ide bagus!" Kimmy mulai mengembangkan senyumannya. 



*** 



Kini Yua tengah sibuk mengetik beberapa pesan singkat. Sudah kesekian kalinya dia mengirim pesan itu namun tak ada jawaban dari sang penerima pesan. 



To : MyWilly 
Kak Willy :'' 



To : MyWilly 
Maaf kak, Yua udah kecewain kakak :'( 



To : My Willy 
Yua tau Yua salah, tapi please kak, maafin Yua. :'( 



To : MyWilly 
I will marry you Kak Willy :'( Love You :'* 



Dan masih banyak lagi pesan singkat yang dikirimnya. Karena perasaan bersalahnya makin bertambah. Yua menekan beberapa digit nomor dan memanggilnya. 
"Nomor yang anda tuju sed..." 
"Ergh!" Yua membanting kasar HPnya sehingga menjadi puing-puing. Tubuhnya perlahan ambruk. Lututnya ia peluk erat-erat. Kepalanya tenggelam ditengah tekukan lututnya. Tubuhnya bergetar hebat. Ada pedang tajam yang menusuk ulu hatinya. Sakit. Sangat sakit. Mengapa penyesalan selalu datang di akhir? Aaaa! 
"Argh!" Yua merasakan pula kesakitan pada kepalanya. Loh, kenapa ini? 



*** 



"Ide bagus!" Kimmy mulai mengembangkan senyumannya. 



"...." 
"Loh emang kapan ulang tahunnya?" 
"...." 
"Alamak, aku lupa!" Kimmy menepuk pelan dahinya. 
"...." 
"Iya, iya sip sip. Asal jangan keterlaluan aja yaa!" 
"...." 
"Oke. Aku pasti bantu kok." 
"...." 
"Good luck! Bye!" Klik Kimmy memutuskan sambungan teleponnya. Lalu menghampiri suaminya yang memasang muka betenya yang sedang asyik memainkan mobil-mobilannya. Kimmy memeluk Kevin dari belakang, dan menyimpan dagunya pada pundak Kevin. Namun Kevin masih sibuk dengan dunianya. Rupanya dia sedang kesal tingkat cabe rawit. 
"Babykev" ucap Kimmy manja. "Kamu marah ya?" Bisikan Kimmy membuat Kevin melepaskan pelukan Kimmy dan berbalik badan menghadap ke tubuh Kimmy. 
"Aku bete! Kamu teleponan sama siapa sih?! Sampe-sampe aku di cuekin gitu!" Rengek Kevin. Kimmy terkekeh geli dan mengelus pipi suaminya itu. 
"BabyKev kusayang, jangan cemberut dong! Sini aku ceritain!" 





"Oh gitu. Pantes aja. Hmm iya deh, aku pasti bantu." Kimmy tersenyum mendengar persetujuan Kevin.
"Tapi jangan salahin aku kalo dia marah!" 
"Gak akan BabyKev. Percaya deh sama aku." 
"Iya iya, aku percaya sama KimSay-ku." 



*** 



Keesokan harinya... 



Pagi-pagi sekali Yua pergi ke rumah Willy. Dia ingin meminta maaf atas semuanya. Hatinya tak tenang karena kejadian tempo hari. Yua pergi dengan keadaan yan kurang baik. Matanya bengkak akibat nangis semalam. Wajahnya tampak pucat. Namun itu tak dapat mengurungkan niatnya untuk menghampiri Willy. Di tengah perjalanan Yua sudah merasa tubuhnya melemah, tapi tekad untuk sampai ke rumah Willy lebih besar. 



Ting tong 
Bunyi bel terdengar ke penjuru rumah mewah ini. 
"Bi. Tolong bukain pintunya!" Perintah seorang wanita paruhbaya yang sedang sibuk membaca majalah fashionnya. 
"Baik, nya." 




Cklek! Pintu terbuka. 



"Mau bertemu dengan siapa, non?" Ucap mbok Mun ketika dia melihat seorang gadis yang tersenyum dan bewajah cantik namun pucat dan matanya bengkak seperti habis nangis. Pikirnya. 
"Hmm. Kak Willynya ad..." BRUK! 





To be a continue... 




Loh loh, geje gini deh. Haha. Ide hinggap tiba-tiba, dan hasilnya aneh banget. Gimana? Geje kah? :D 
Bubuhkan kritik dan sarannya ya! Thankies for reading. Lope lope di udara (˘⌣˘)ε˘`) 




-dfg28-

Dan Kamu #8


Helo helo kembali dengan cerpen aku yang geje segejegejenya. Haha. Udah lumutan banget dah ini. Tp mudah-mudahan ada yang suka yaa. Amiin :) 




Happy reading guys! Check this out! 




Waktu menunjukkan pukul 18.30. Setengah jam lagi. Dug.. Dug.. Dug.. Jantung Yua berdegup lebih kencang dari biasanya. Huft. Keep calm, Yua! Yua menghembuskan nafasnya agak berat. Rupanya dia sedang dilanda grogi tingkat akut. Tunggu. Dalam waktu setengah jam lagi, Yua masih berdiam diri di depan meja riasnya? Melamun lebih tepatnya. Kenapa gak langsung caw gitu? Padahal kan, jalan dari rumahnya ke cafe yang dituju lumayan jauh, belum lagi di tambah macet. Bisa-bisa Willy lumutan parah disana. Oh no! 
Cklek! 
Pintu kamar Yua terbuka. Membuat siempunya kamar terperanjat dari lamunannya. Yua menoleh ke arah pintu kamarnya. Di dapati seorang wanita mengenakan dress pink dengan tali spageti yang menggantung di pundaknya, di tambah aksen bunga rose di sepanjang dadanya. 
"Kak Kimmy, ada apa?" 
"Ada apa? Kamu liat sekarang jam berapa?" Ucap Kimmy sedikit kesal. Yua melirik ke arah jam yang bertengger di dindingnya. 
"Ya ampun. Kenapa gak ingetin dari tadi sih?!" Pekik Yua, ketika dia menyadari bahwa hanya tinggal sepuluh menit sebelum jam 7 teng. Sedangkan dia sama sekali belum beranjak pergi. Diambil tas Yua yang telah disiapkannya tadi di atas ranjang. 
"Kak, Yua pergi dulu ya! Muaah." Yua mencium pipi Kimmy yang sedari tadi berdiam di depan pintu, dan berlalu meninggalkan Kimmy yang gemas akan tingkah adik iparnya itu. 

*** 

Kini Yua dan Willy terduduk di sebuah meja yang jauh dari keramaian. Sambil menunggu makanan yang di pesannya, Willy dan Yua berbincang-bincang, bernostalgialah lebih tepatnya. Tak jarang tawa nyaring keluar dari bibir mereka, mengingat kejadian lucu yang telah mereka alami. 
"Hmm. Yu, aku ke toilet dulu ya!" Pamit Willy. Yua mengangguk menyetujuinya. 




Tak berapa lama dari perginya Willy. Terdengar suara... 
JRENG! 
Petikan senar-senar gitar mengalun indah. 
Mengejar dirimu takkan ada habisnya 
Membuat diriku menggila 
Bila hati ini menjatuhkan pilihan 
Apapun akan ku lewati 
Suara merdu dari panggung membuat Yua menoleh ke sumber suara. Mata nya terbelalak tak percaya. Melihat siapa yang berada di panggung sekarang. "Kak Willy?" Desah Yua. Willy dengan lihainya memetik gitar yang berada di pangkuannya. Sorot mata Willy tertuju pada Yua, begitu pula sebaliknya. Dan semua yang ada disana menyaksikan aksi romantis Willy. 
Hari ini sayang sangat penting bagiku 
Kau jawaban yang aku cari wooo ooo ooo 
Kisah ini sayang kan ku bagi denganmu 
Dengarlah sayang kali ini permintaanku padamu 



Willy mengangkat gitarnya dan berjalan mendekati Yua. Gitarnya tak dilepaskannya. Petikannya makin terdengar indah di tambah dengan suara Willy yang merdu. Sangat merdu. Dan dapat membuat hati Yua meleleh. 



Dan dengarlah sayangku 
Aku mau kau jadi kekasihku 
Ya sambutlah cintaku 
Berbagi kisah kasih berdua ooooh 
Yua tersipu malu saat Willy melihat Willy yang ada di hadapannya. 
Jantung ini sayang terukirkan namamu 
Begitu juga di hatiku, hatiku 
Hujan warna-warni kata orang tak mungkin 
Namun itu mungkin bagiku sebuah tanda cintaku 
Willy mendekatkan dirinya dengan Yua. Hampir tak berjarak. Tapi tak membuat permainan gitar Willy terhambat. Dia menyanyikan lirik terakhir dengan cara berbisik pada Yua. Aksinya itu menghasilkan rona merah di pipi chubby Yua. 
Dan dengarlah sayangku 
Aku mau kau jadi kekasihku 
Ya sambutlah cintaku 
Berbagi kisah kasih berdua, berdua, berdua 
Willy telah menyelesaikan lagunya. Kini gitarnya, dia simpan di meja yang berada di dekatnya. Setelah itu, Willy menggenggam kedua tangan Yua. Menatap mata bulat nan indah bagaikan pancaran bulan. Sang mata bulanpun menatap keindahan mata elang yang elok itu. Tampak ketulusan dan kasih sayang terpancar pada sepasang mata kedua sejoli itu. 
"You always in my mind, always in my dream. Baby say that you will always be mine.". Ucap Willy lembut. Perkataan Willy membuat Yua tersenyum dan mengeratkan genggamannya pada tangan Willy. "Will you marry me?" Lirih Willy. 
Yua menunduk. Hatinya tampak tak karuan saat ini. Tak ada jawaban dari Yua. Membuat hati Willy tak yakin kekasihnya akan menerima lamarannya. "Will you marry me?" Ulang Willy sekali lagi. Yua tak bergeming. Dia tetap menundukkan kepalanya. Para penonton yang hadir hanya dapat harap-harap cemas dengan keputusan Yua. Rupanya bukan hanya Willy yang merasa gelisah, tapi mereka juga. 
"Hhh, I know, kamu gak mau sama aku." Willy melepaskan genggamanya lalu pergi meninggalkan Yua yang masih terdiam di tengah kerubunan, menatap punggung Willy yang makin lama menghilang tertelan tembok haha (?). Para penontonpun akhirnya bubar. Tampak raut kekecewaan dari semuanya. Mereka tak menyangka aksi romantis Willy mendapatkan penolakan dari kekasihnya. Yua bingung apa yang harus diperbuat. Dia tak mampu mengejar Willy, entah sejak kapan kakinya sulit di gerakan. Yua menatap seluruh penjuru cafe. Hanya menatap. Air matanya mulai menyeruak meminta keluar dari tempat persembunyiannya. Matanya terasa panas dan memerah. Hatinya sakit tak terkira. 
"Bodoh, hiks~" 
"I will, Kak! Hiks.. Hiks.." 
Brukk! Tubuh Yua ambruk dan tangisnya terus mengguncang. 








To be a continue... 
Gimana? Ancur yaa? Haha maaf yaa aneh hehe jangan lupa bubuhkan kritik dan saran yaa. Thankies for reading (˘⌣˘)ε˘`) lope lope di udara hahaha 



_dfg28_

Minggu, 28 Oktober 2012

Relationship (Cerpen) Part 2

Previous


"Awaaaas!" Teriak seorang pemuda di sebrang sana yang melihat ada sepeda melaju cepat dari arah samping Ajeng. Ajeng terlonjak kaget ketika mendengar orang yang berteriak tadi dan langsung melihat kearah seorang pemuda ganteng bin kece, bukannya menghindar malah bengong melihat wajah tampan pemuda itu. Alhasil... BRUK! 


Next... Part 2 Happy reading!


"Aww" pekik seorang gadis. "Pelan-pelan dong!" Gerutu gadis yang tadi keserempet sepeda. Tapi sang penolong tak menghiraukan gerutuan dari gadis itu. Dia dengan telaten membersihkan luka gadis itu dengan air hangat dan membalutkan dengan perban yang steril. 

"Ini den, non, minumannya." Tiba-tiba seorang pembantu rumah tangga menyuguhkan dua gelas minuman dingin. 
"Makasih, bik. Maaf ngerepotin." Ucap Ajeng -gadis yang ke serempet sepeda-. 
"Yowes, non, den. Kalo begitu saya permisi." Pamit Bik Minah -Pembantu Rumah Tangga-. 




"Nah, udah selesai." 
"Makasih" 
"Lain kali, kalo mau nyebrang jangan sambil baca buku, hati-hatilah minimalnya." Sindir lelaki itu, membuat Ajeng mendengus kesal. 
"Maaf" 
"Maaf? Untuk apa?" Ucap lelaki itu dengan sinis. 
"Hiks.. Hiks.." 
"Loh loh loh, kok nangis sih? Sst..." Cemas lelaki itu ketika mulai terdengar isakan yang dikeluarkan dari mulut Ajeng. Lelaki mendongakan wajah Ajeng yang sedari tadi menunduk. 
"DAR!!! HAHAHA" 
"Ish, nyebelin ya! Ergh!" Lelaki itu mendengus kesal ketika tahu Ajeng hanya mengerjainya. Dengan gemasnya lelaki itu mencubit pipi Chubby Ajeng. 
"Aww. Ampun. Ampun." Ajeng mencoba melepaskan tangan kekar itu dari pipinya. Lelaki itu melepaskan tangannya. Di lihatnya pipi Ajeng, merah. Merah merona. Entah merah karena sakit, entah karena malu. Hihi. Ajeng mengerucutkan bibirnya, dan mengelus-elus pipinya. Lumayan sakit ternyata. 
"Ish, gak kenal juga, main cubit-cubit." Gerutu Ajeng. Pernyataan Ajeng, ternyata terdengar oleh lelaki itu. 
"Oh ya, gue lupa, kita belum kenalan, kan?" 
Ish, pertanyaan macam apa ini? Bodoh. Batin Ajeng. 
"Gue gak bodoh, tembem!" 
Loh? Ajeng mengerutkan dahinya dan menatap lelaki dihadapannya lekat. Dia heran, mengapa cowok ini tahu isi hatinya? Jangan-jangan... 
"Muka lo aneh, tau gak? Heran ya, kenapa gue bisa tau isi hati lo? Karena kita sehati. Haha" Pernyataan yang konyol -_-. Rona wajah Ajeng makin kayak udang rebus. Dia mencubit kecil tangan lelaki itu. 
"Aww." Pekik lelaki itu. Dia mengusap-usap tangannya yang kena sengatan ganas dari tangan Ajeng. "Nama lo siapa?" 
"Gue Ajeng, lo?" 
"Gue Yudha! Seneng berkenalan dengan cewek seunik lo." Kata Yudha blak-blakan. Ajeng menunduk malu. Dia tak menyangka lelaki yang membuat jantungnya berdegup abnormal itu memuji dirinya. Yudha terkekeh geli melihat tingkah Ajeng.



Perkenalan singkat itu membuat mereka terlihat lebih akrab, padahal belum sampai satu jam mereka bertemu. Tapi tak dapat dipungkiri kedekatan mereka seperti yang sudah berteman lama. 


Tlilit~ 
Ponsel Ajeng berbunyi pertanda ada panggilan masuk ke handphonenya. 
"Halo" 
"......" 
"Oh iya ya, maaf bu, Ajeng lupa" 
"......" 
"Iya, ini juga mau pulang" 
"....." 
"Wa'alaikumsalam" Klik. Ajeng mematikan ponselnya dan menepuk jidatnya pelan. 
"Kenapa, Jeng?" Tanya Yudha heran. Alisnya tampak mengerut keheranan. 
"Gue lupa, gue disuruh pulang cepet sama ibu gue. Eh, gue malah keasyikan disini. Kalo gitu gue pulang dulu ya!" Pamit Ajeng. 
"Eh, tapi tangan lo?" 
"Udah, gak apa-apa, lagian tangan ini, bukan kaki. Hehe. Thanks ya! Bye Yudha!" Teriak Ajeng sambil melangkah pergi dari kediaman Yudha. 
"Hati-hati ya!" Balas Yudha dengan berteriak pula. Ajeng hanya berbalik badan lalu mengangguk dan menutup pintu gerbang rumah Yudha. Yudha menyunggingkan senyumannya ketika Ajeng menghilang dari balik gerbangnya. 



"Cewek yang unik, natural dan apa adanya" 


*** 


"Assalamu'alaikum, Ajeng pulang!" Teriak Ajeng dengan riang. 
"Wa'alaikumsalam. Hus, Ajeng, gak boleh teriak-teriak, emang ini di hutan!" Ucap Ibu memberi nasihat. Ajeng hanya cengengesan menanggapinya. 
"Sekarang, kamu ganti baju dulu, terus bantuin ibu iris bawang, oke?" 
"Siap bos!" Ucap Ajeng sambil menghormat pada ibunya layaknya saat upacara bendera. "Muaah" Ajeng mencium pipi Ibunya lalu pergi ke kamarnya. 




"Lalala hiks lalala srek, aduh perih." Ajeng mengucek matanya yang tampak berair dan mengelap hidungnya yang meler karena aksi mengupas bawangnya. Sang ibu yang sedang memotong sayuran hanya geleng-geleng melihat tingkah sang anak. 



"Selesai!" Teriak Ajeng kegirangan. 
"Ajeng!" Teguran Ibu membuat Ajeng cengengesan gak jelas. "Maaf, bu" ucap Ajeng sembari menggaruk pundaknya yang tidak gatal. 
"Yowes kalo gitu. Tolong ambilkan panci ya, nak!" Ajeng menuruti perintah ibunya yakni mengambilkan panci di dekat lemari, tak sengaja sang Ibu menyenggol tangan Ajeng. 
"Aww" Ajeng meringis pelan. 
"Loh, tanganmu kenapa? Kok di perban gini?" Tanya Ibu khawatir. Ibu memperhatikan perban yang menempel di tangan Ajeng. Ajeng menceritakan insiden yang terjadi tadi. 



"Hmm, pantesan dari tadi senyam-senyum sendiri. Ternyata..." Goda Ibu saat Ajeng telah selesai menceritakan kejadian tadi. 
"Ish, Ibu apaan sih?" Ajeng menunduk malu. Ibu Ajeng makin menjadi-jadi menggoda Ajeng. 
"Ada untungnya dong kamu keserempet, jadi di tolongin kan sama pangeran kece. Hihihi." Ibu mencolek-colek pipi Ajeng yang memerah. 
"Hus, Ibu, aneh deh. Masa anaknya celaka untung sih." Rutuk Ajeng. 
"Ajeng, Ajeng. Makanya kalo nyebrang tuh hati-hati. Lah ini masih mending di tolongin sama pangeran kece. Nah loh, kalo sama orang gila? Apa masih mau senyum-senyum gak jelas kayak tadi?" Sindir Ibu sekaligus menasihati. Membuat Ajeng makin menunduk malu. "Lain kali, jangan baca sambil jalan! Inget pesan Ibu!" Lanjutnya. 
"Iya, Ibu. Bawel banget sih." 
"Eh berani ya, kamu ngatain ibu bawel?" Dengan kesal Ibu menjewer telinga Ajeng. 
"Ampun buu." Pekik Ajeng. "Bu, buruan lanjutin masaknya. Entar keburu sore loh!" Ujar Ajeng mengingatkan. Ibu melepaskan jewerannya dan bergegas meneruskan pekerjaannya yang terbengkalai karena mendengar cerita Ajeng dan membuat Ajeng bernafas lega. Huft. Akhirnya. Batin Ajeng. Dia mengelus dadanya pelan. 



*** 


Disebuah ruangan yang berwallpaper-kan bendera Inggris, terdapat seorang lelaki yang sedang memangku gitarnya terduduk di sofa yang terdapat di pojok ruangan. Kunci-kunci dia petik sesuai lagu yang ingin dinyanyikannya. 


Kurasa ku tlah jatuh cinta 
Pada pandangan yang pertama 
Sulit bagiku untuk bisa 
Berhenti mengagumi dirinya 
Oh Tuhan tolonglah diriku 
‘Tuk membuat dia menjadi milikku 
Sayangku oh kasihku oh cintaku 
She’s all that I need… 



Sebait lagu itu mewakilkan kata hatinya. Entah mengapa dia ingin menyanyikan lagu ini. Perasaan aneh menjalar di hatinya. 
"Hhh, gue lupa lagi gak minta nomornya! Sssh. Gimana coba kalo gue gak ketemu lagi?! Ahhhh! Bodoh!" Lelaki yang bernama Yudha itu merutuki dirinya sendiri. Rupanya dia menyesal mengapa tidak meminta nomor HP Ajeng, agar dia dapat menghubunginya malam ini. Atau mungkin malam-malam selanjutnya. Setidaknya dapat menghilangkan rasa rindu. Pikir Yudha. Loh.. Loh.. Loh.. 





To be continue... 


I need some comment. Critical and sugestion! :D 
Thanks for reading. *hugs (˘⌣˘)ε˘`)