CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 21 Agustus 2012

Dan Kamu #5


"Lebih baik kamu pulang aja deh, Will. Kakak yakin Yua lagi emosi aja. Besok juga bakal baikan kok." Ucap Kimmy sambil menepuk pundak Willy dengan pelan. Willy menghela nafas berat. "Ya udah kalo gitu, Willy pulang dulu, ya, kak. Kabarin Willy, kalo ada apa-apa dengan Yua." Lirih Willy. 

"Ya, pasti kakak kabarin." Willy salim kepada Kimmy, dan pergi dari rumah Yua. Kimmy memandang sendu punggung Willy yang semakin lama menjauh dan hilang. 
"Hhh, semoga masalah mereka cepet kelar. Gak tega liat mereka kayak gini." 

*** 

Bulan telah berganti menjadi matahari. Malam berganti pagi. Sinar matahari mulai menembus celah-celah jendela, dan menyilaukan mata gadis yang masih betah terlelap di balik selimutnya. "Engh" terdengar lenguhan kecil keluar dari mulut gadis itu. Rupanya dia terusik dengan sinar yang menyilaukan itu. 
"Pagi Yua." Yua menyipitkan matanya, memfokuskan pandangannya pada sosok yang sedang membukakan gordeng kamarnya. 
"Pagi kak Kimmy." Ucap Yua dengan suara serak, efek bangun tidur mungkin, atau efek menangis semalaman. Entahlah. Tapi di lihat dari kondisinya, sepertinya dia menangis semalaman. Lihat saja, matanya bengkak, sipit, dan terlihat berat, mungkin untuk membuka mata saja sulit, bahkan rambutnyapun tak berupa saking acak-acakannya. Huh. Kimmy menghampiri Yua di kasurnya. Namun Yua enggan bangkit untuk duduk, rasanya tenaganya telah terkuras habis, sehingga dia tak mampu hanya untuk sekedar duduk. 
"Kamu baik-baik aja, dek?" Tanya Kimmy sambil mengelus-elus rambut Yua. 
"Pusing." Desahnya manja. Dengan sigap Kimmy memegang kening Yua. Pantas saja Yua merasakan pusing. Dia demam, ternyata. 
"Aduh Yua, badan kamu panas banget. Kamu demam, dek." Panik Kimmy. "Ngg, tunggu dulu ya, dek. Kakak mau ambil kompresan dulu." Yua mengangguk menyetujuinya. 

*** 

Drrt.. Drrt.. Drrt.. 
Sebuah HandPhone bergetar di meja kerjanya. Sang empunya HP-pun mengangkatnya dengan sumringah. 
"Halo, yang. Ada apa nih udah nelepon? Kangen yaa. Baru juga di tinggal beberapa jam yang lalu." Goda pria itu. 
"Idihh, sopo yang kangen to." Suara yang di sebrang sana mampu membuat bibir pria itu mengerucut dan mendengus kesal. 
"Terus, kamu ngapain telepon aku, kalo kamu gak kangen sama aku?" 
"Emangnya aku nelepon kamu cuma buat bilang kangen doang? Enggak, kan? Aku tuh cuma mau bilang, Yua sakit. Badannya demam. Daritadi dia tuh menggigil terus. Aku harus gimana, ayangku, cintaku, suamiku?" Ucap Kimmy panik. 
"Yua sakit? Kok aku gak tau." Kevin ikut-ikutan panik. 
"Ya iya lah, orang tadi kamu perginya nyubuh banget. Hhh, AKU HARUS GIMANA?" Teriakan Kimmy, mambuat Kevin menjauhkan beberapa centi HP dari telinganya. 
"Ya udah, kamu bawa aja Yua ke klinik deket rumah." Ucap Kevin memberi solusi. 
"Ya udah kalo gitu, kamu memang suamiku yang cerdas." 
"Ya secara, aku gitu yaa. Suami siapa dulu dong?" Ucap Kevin membanggakan dirinya. Satu. Dua. Tiga. 15 detik berlalu tak ada sahutan dari sebrang sana. Krik. Krik. Krik. Sepi. 
"Halo sayang." Lagi-lagi tak ada sahutan. 
"Ya iya lah, gak ada yang nyaut. Orang udah mati dari tadi. Hhhh." Gerutu Kevin saat dia mengecek HPnya, tak ada sambungan yang terhubung saat itu. 

*** 

"Dek, makan yaa sayang. Biar cepet sembuh." Bujuk Kimmy sambil menyodorkan sendok ke mulut Yua. Tapi Yua menggeleng dan tetap menutup rapat mulutnya, lalu memalingkan wajahnya ke samping. 
"Ayo dong, dek. Entar keburu kak Kevin pulang. Nanti kakak yang kena marah, karna disangka kakak gak ngasih kamu makan. Ayolah dek." Ucap Kimmy memelas. Namun Yua tetap dengan pendiriannya. Yua makin membungkamkan mulutnya. Dia menyibukkan dirinya dengan memainkan i-pad. 
"Hhh, ya udah kalo kamu gak mau mak.." 

Brum. Ckit. Suara decitan mobil ngerem (?) Terdengar di pekarangan rumah. 

"Tuh kan, abangmu udah pulang. Aduh gimana ini, aku pasti kena marah. Huhu." Ucap Kimmy panik sendiri. Lah Yua? Dia malah anteng-anteng aja dengan i-padnya. 

Tok.. Tok.. Tok.. 
"Kalian ada di dalem, kan?" Teriak Kevin tepat di depan kamar Yua. 
"Aduh. Aduh gimana ini?! Mana mangkuknya masih penuh. Aaaa Yua, makan yaa." Kimmy bener-bener panik. Yua masih bersihkukuh dengan pendiriannya. 
"Gak mau, kak Kimmy. Makan sama kakak aja, apa susahnya sih?!" Ucap Yua dengan nada rendah tapi penuh penekanan. Tring! 

"Halo, spadaaaa, kalian ada di dalem, kan?! Kimmyku sayang? Yuaku sayang?" Sahut Kevin lagi. Karena dia merasa tak ada yang menjawab panggilan pertamanya. Dia yakin, kedua makhluk itu sedang berada di kamar Yua. Ya iya dong, secara Kimmy harus ngejagain Yua yang lagi sakit. Dan orang sakit harus banyak istirahat, kan? Dan tempat istirahat, di kamar, bukan begitu? Jadi mereka berdua gak mungkin keluyuran ke Mall, malam ini. 

"Tunggu bentar, ayangku. Aku lagi ngusir tikus dulu, iya, ngusir tikus." Ucap Kimmy gugup. 
"Duuh, maafkan aku suamiku. Aku harus berdusta padamuh. Huhu." Batin Kimmy. Dengan cepat dia memakan bubur yang tadinya untuk makan malam Yua. Tapi dengan sangat terpaksa dia harus memakannya, karena pasti akan kena semprot suami tercintanya itu, akibat tak memberi makan sang adik tercinta. Yua yang sedari tadi sibuk memainkan i-padnya, tampak terkekeh kecil melihat kelakuan kakak iparnya. Adik yang egois. Hoho. Membiarkan kakaknya menderita karena ulahnya. Parah. 

"Udah belum ngusir tikusnya, sayang." Rupanya Kevin sudah kesal karena lama menunggu di depan pintu, jangankan di persilahkan masuk, di buka pintupun belum. Hhhh. 

"Iya, iya. Ini udah kok." Kimmy menaruh mangkuknya di meja samping ranjang Yua, lalu membukakan pintu untuk sang suami. 

Cklek. 
"Sayang." Kevin langsung memeluk Kimmy. 
"Yua gimana?" Tanya seseorang. 
"Hmm, liat aja yuk ke dalem." Mereka pun masuk ke dalam. 

"Gimana keadaan kamu, dek?" Tanya Kevin sambil mengelus-elus rambut Yua. 
"Udah mendingan kok, kak." Yua masih fokus dengan i-padnya sehingga dia tak menoleh ke arah Kevin. 
"Serius amat sih, mainnya. Kakak ngerasa di cuekin loh. Padahal kakak udah bawa pangeran kamu loh." Deg. Dengan cepat Yua menoleh ke arah Kevin. Dan benar saja, terdapat sosok pangerannya tepat di belakang Kevin sambil mengembangkan senyum manisnya pada Yua. Pangeran? Bukan. Dia bukan pangeran Yua lagi. Yua rasa, dia tak pantas menjadi pangerannya lagi. 

"Kak Willy?!" Lirihnya nyaris tak terdengar. 






#bersumbang! *eh bersambung 

Dan Kamu #4



Malam begitu gelap. Awan-awan mendung sudah siap menumpahkan airnya. Terlihat seorang gadis terdiam, terduduk di bangku taman yang sepi, memandang kosong ke depan. Seakan memikirkan sesuatu. Memorinya kembali terputar dengan apa yang baru dia lihat. Menyakitkan. Memilukan. 
"Apa salah aku, Tuhan?!" 
Tes. Tes. Tes. Awanpun mulai menurunkan rintik-rintik hujan beriringan dengan air mata yang perlahan membasahi pipi gadis itu. Tanpa butuh waktu lama air hujan itu membasahi tubuh sang gadis yang masih betah dengan memeluk kresek berisikan kue yang sedari tadi di bawanya. 

Benar. Seindah apapun jatuh cinta. Sebahagia apapun jatuh cinta. Rasa sakit tak akan pernah lepas dari kata jatuh cinta. Namanya juga jatuh. Tak ada jatuh yang tak membuat sakit. Begitu juga dengan jatuh cinta. 

*** 

Tik. Tak. Tik. Tuk. Decakan jarum jam menemani seseorang dalam sepi, menyadarkan akan sesuatu yang perlahan hilang dari dirinya. 

"Yua, kamu dimana?! Kok belum nyampe sih?" Orang itu berbicara sendiri. Dia menoleh ke arah jam yang tak ada lelahnya berdecak. Sudah menunjukan jam 9 malam. "Hhh." Orang itu mendesah kasar, dengan sigap dia mengambil BBnya yang berada di meja di depannya. Di carinya kontak yang bertuliskan 'MyBelovedYua' lalu menekan tombol panggil. Tak lama Willy menunggu, sebuah jawabanpun datang yang membuat dirinya tambah khawatir. "Nomor yang anda tuju sedang tid..klek!" Wiily memutuskan sambungan itu lalu menghempaskan tubuhnya pada sofa. 
'Yua, kamu kemana sih?' Ucap Willy membatin. 

*** 

'Hmm, itu mobil siapa yaa?!' Ucap seorang gadis bertanya-tanya dalam hati. Ketika dia sedang menelusuri pekarangan rumah tersebut. Di dapatinya sebuah mobil asing yang tidak di ketahuinya. Hmm, sempat ada niat untuk tak meneruskan langkahnya karena dia merasakan gugup tingkat akut. Tapi hatinya? Hatinyalah yang mendorong dirinya untuk tetap melangkah. 
Tak butuh waktu lama untuk sampai ke depan pintu rumah tersebut. Terbuka dan tak terkunci. Baru saja dia memasuki rumah tersebut. Senyumnya perlahan sirna. Matanya terasa panas, bahkan hatinya. Gadis itu masih mematung, melihat adegan mesra di depannya. Dia sedikit meremas kresek yang di pegangnya. Namun mereka berdua tak menyadari ada orang lain selain mereka disana. 
"Makasih Will, makasih buat semuanya. Makasih buat cinta yang udah kamu berikan buat aku. Bigthanks for you." Ucap seorang gadis yang berada dalam pelukan Willy. 
"Sama-sama Cha. Makasih juga buat semuanya. Makasih banyak." Jawab Willy sambil mengelus rambut Icha, tanpa menyadari ada seorang gadis yang terluka tak bergeming di depan pintu. 
Karena tak tahan gadis itu pun pergi meninggalkan kediaman Willy. 

Memori itu terus terputar di otaknya. Seperti kaset rusak yang terus memutar bagian-bagian itu. Di lihatnya kue yang tadi dia buat bersama kakak iparnya. Hancur. Ya, kue itu hancur, sama seperti hati pembuatnya. Bukan. Bukan Kimmy kakak iparnya. Melainkan Yua. Hatinya hancur berkeping-keping. Mengapa, disaat dia baru merasakan cinta, dia harus merasakan sakit yang teramat dalam. Dia pikir, Willy telah mengkhianati cintanya. Dia juga berpikir, Willy tak sungguh-sungguh mencintainya, buktinya Willy tak menjaga hatinya untuk Yua. 
"Kenapa, kak Willy tega sama Yua!" Ucapnya lirih. Dia menyimpan kuenya di sampingnya. Lalu dia menarik lututnya agar ke atas dan menenggelamkan kepalanya pada lututnya. Yua terisak, tangisnya membuncah, tubuhnya bergetar hebat. Ini pertama kalinya dia merasakan sakit yang teramat dalam ini. Hujan terus mengguyur gadis yang sedang rapuh itu. 

*** 

"Aku harus ke rumah Yua, sekarang juga!" Pemuda itu bangkit dari sofanya lalu mengambil kunci mobil yang ada di meja. 
Suiiiiiing! Mobil itu melesat cepat dari pekarangan rumahnya. 

*** 

"Apa?! Yua ke rumah Willy, kak?!" Tanya Willy memastikan, apa yang terjadi sebenarnya. Wanita itu mengangguk. "Iya, tadi dia ke rumah kamu." Jawab Kimmy heran. Bagaimana tidak, Yua ke rumah Willy, tapi sang empunya rumah tak mendapati Yua di rumahnya. 
"Tapi kenapa Yua gak ada, kak?! Ga ada satupun tanda-tanda Yua dateng ke rumah." Pekik Willy, khawatir. 
"Hah? Yua gak ada? Terus kemana dong? Gimana dong? Aduh, aku harus bilang apa yaa ke ayang Kevin, kalo adeknya gak ada. Oh my god!" Kimmypun ikutan panik. 
"Mana aku tau, kak. Aku kira Yua ada disini. Udah deh gak usah lebay gitu. Mendingan kita cari Yua sekarang." Sebal Willy terhadap rasa panik Kimmy yang lebay menurutnya. Kimmypun mengangguk lalu mengeret Willy keluar. "Ayo cepet!" Kimmy terus menarik Willy. 
"Aduh, kakak. Biasa aja kali. Sakit nih tang.." Ucapannya terhenti. Saat dia melihat seorang gadis berjalan gontai dari arah gerbang sambil menenteng kresek yang isinya sudah tak berupa. 
"Yua!" Pekik mereka berdua. Dengan sigap mereka menghampiri Yua, yang penampilannya terlihat acak kadul. Rambutnya tak beraturan. Matanya sembab, badannya basah kuyup, pandangannya kosong menatap lurus. Penampilannya begitu berantakan, tak kalah dengan hatinya yang telah porakporanda. 
"Yua, kamu gak apa-apa, kan, sayang?! Aku tuh khawatir banget tau, gak?" Tanya Willy sambil merengkuh gadis di hadapannya itu. Yua melepaskan pelukan itu dengan kasar. 
"Jangan sok peduli, deh lo!" Ucap Yua dingin. Willy tercengang dengan tingkah Yua yang tiba-tiba seperti begitu. Tak beda jauh dengan Kimmy, dia melongo, Yua akan berkata kasar seperti itu pada Willy. 
"Yua, kamu kok gitu sih?" Tanya Kimmy heran. 
"Yua, ke kamar dulu, kak. Yua capek." Ucap Yua mengalihkan pembicaraan. Yua berlalu dari hadapan Willy dan Kimmy tanpa menoleh ke arah Willy. Mereka berdua masih mematung melihat kepergian Yua. 



*bersambung