Malam begitu gelap. Awan-awan mendung sudah siap menumpahkan
airnya. Terlihat seorang gadis terdiam, terduduk di bangku taman yang
sepi, memandang kosong ke depan. Seakan memikirkan sesuatu. Memorinya
kembali terputar dengan apa yang baru dia lihat. Menyakitkan. Memilukan.
"Apa salah aku, Tuhan?!"
Tes. Tes. Tes. Awanpun mulai menurunkan rintik-rintik hujan
beriringan dengan air mata yang perlahan membasahi pipi gadis itu. Tanpa
butuh waktu lama air hujan itu membasahi tubuh sang gadis yang masih
betah dengan memeluk kresek berisikan kue yang sedari tadi di bawanya.
Benar. Seindah apapun jatuh cinta. Sebahagia apapun jatuh cinta.
Rasa sakit tak akan pernah lepas dari kata jatuh cinta. Namanya juga
jatuh. Tak ada jatuh yang tak membuat sakit. Begitu juga dengan jatuh
cinta.
***
Tik. Tak. Tik. Tuk. Decakan jarum jam menemani seseorang dalam sepi, menyadarkan akan sesuatu yang perlahan hilang dari dirinya.
"Yua, kamu dimana?! Kok belum nyampe sih?" Orang itu berbicara
sendiri. Dia menoleh ke arah jam yang tak ada lelahnya berdecak. Sudah
menunjukan jam 9 malam. "Hhh." Orang itu mendesah kasar, dengan sigap
dia mengambil BBnya yang berada di meja di depannya. Di carinya kontak
yang bertuliskan 'MyBelovedYua' lalu menekan tombol panggil. Tak lama
Willy menunggu, sebuah jawabanpun datang yang membuat dirinya tambah
khawatir. "Nomor yang anda tuju sedang tid..klek!" Wiily memutuskan
sambungan itu lalu menghempaskan tubuhnya pada sofa.
'Yua, kamu kemana sih?' Ucap Willy membatin.
***
'Hmm, itu mobil siapa yaa?!' Ucap seorang gadis bertanya-tanya dalam
hati. Ketika dia sedang menelusuri pekarangan rumah tersebut. Di
dapatinya sebuah mobil asing yang tidak di ketahuinya. Hmm, sempat ada
niat untuk tak meneruskan langkahnya karena dia merasakan gugup tingkat
akut. Tapi hatinya? Hatinyalah yang mendorong dirinya untuk tetap
melangkah.
Tak butuh waktu lama untuk sampai ke depan pintu rumah tersebut.
Terbuka dan tak terkunci. Baru saja dia memasuki rumah tersebut.
Senyumnya perlahan sirna. Matanya terasa panas, bahkan hatinya. Gadis
itu masih mematung, melihat adegan mesra di depannya. Dia sedikit
meremas kresek yang di pegangnya. Namun mereka berdua tak menyadari ada
orang lain selain mereka disana.
"Makasih Will, makasih buat semuanya. Makasih buat cinta yang udah
kamu berikan buat aku. Bigthanks for you." Ucap seorang gadis yang
berada dalam pelukan Willy.
"Sama-sama Cha. Makasih juga buat semuanya. Makasih banyak." Jawab
Willy sambil mengelus rambut Icha, tanpa menyadari ada seorang gadis
yang terluka tak bergeming di depan pintu.
Karena tak tahan gadis itu pun pergi meninggalkan kediaman Willy.
Memori itu terus terputar di otaknya. Seperti kaset rusak yang terus
memutar bagian-bagian itu. Di lihatnya kue yang tadi dia buat bersama
kakak iparnya. Hancur. Ya, kue itu hancur, sama seperti hati pembuatnya.
Bukan. Bukan Kimmy kakak iparnya. Melainkan Yua. Hatinya hancur
berkeping-keping. Mengapa, disaat dia baru merasakan cinta, dia harus
merasakan sakit yang teramat dalam. Dia pikir, Willy telah mengkhianati
cintanya. Dia juga berpikir, Willy tak sungguh-sungguh mencintainya,
buktinya Willy tak menjaga hatinya untuk Yua.
"Kenapa, kak Willy tega sama Yua!" Ucapnya lirih. Dia menyimpan
kuenya di sampingnya. Lalu dia menarik lututnya agar ke atas dan
menenggelamkan kepalanya pada lututnya. Yua terisak, tangisnya
membuncah, tubuhnya bergetar hebat. Ini pertama kalinya dia merasakan
sakit yang teramat dalam ini. Hujan terus mengguyur gadis yang sedang
rapuh itu.
***
"Aku harus ke rumah Yua, sekarang juga!" Pemuda itu bangkit dari sofanya lalu mengambil kunci mobil yang ada di meja.
Suiiiiiing! Mobil itu melesat cepat dari pekarangan rumahnya.
***
"Apa?! Yua ke rumah Willy, kak?!" Tanya Willy memastikan, apa yang
terjadi sebenarnya. Wanita itu mengangguk. "Iya, tadi dia ke rumah
kamu." Jawab Kimmy heran. Bagaimana tidak, Yua ke rumah Willy, tapi sang
empunya rumah tak mendapati Yua di rumahnya.
"Tapi kenapa Yua gak ada, kak?! Ga ada satupun tanda-tanda Yua dateng ke rumah." Pekik Willy, khawatir.
"Hah? Yua gak ada? Terus kemana dong? Gimana dong? Aduh, aku harus
bilang apa yaa ke ayang Kevin, kalo adeknya gak ada. Oh my god!"
Kimmypun ikutan panik.
"Mana aku tau, kak. Aku kira Yua ada disini. Udah deh gak usah lebay
gitu. Mendingan kita cari Yua sekarang." Sebal Willy terhadap rasa
panik Kimmy yang lebay menurutnya. Kimmypun mengangguk lalu mengeret
Willy keluar. "Ayo cepet!" Kimmy terus menarik Willy.
"Aduh, kakak. Biasa aja kali. Sakit nih tang.." Ucapannya terhenti.
Saat dia melihat seorang gadis berjalan gontai dari arah gerbang sambil
menenteng kresek yang isinya sudah tak berupa.
"Yua!" Pekik mereka berdua. Dengan sigap mereka menghampiri Yua,
yang penampilannya terlihat acak kadul. Rambutnya tak beraturan. Matanya
sembab, badannya basah kuyup, pandangannya kosong menatap lurus.
Penampilannya begitu berantakan, tak kalah dengan hatinya yang telah
porakporanda.
"Yua, kamu gak apa-apa, kan, sayang?! Aku tuh khawatir banget tau,
gak?" Tanya Willy sambil merengkuh gadis di hadapannya itu. Yua
melepaskan pelukan itu dengan kasar.
"Jangan sok peduli, deh lo!" Ucap Yua dingin. Willy tercengang
dengan tingkah Yua yang tiba-tiba seperti begitu. Tak beda jauh dengan
Kimmy, dia melongo, Yua akan berkata kasar seperti itu pada Willy.
"Yua, kamu kok gitu sih?" Tanya Kimmy heran.
"Yua, ke kamar dulu, kak. Yua capek." Ucap Yua mengalihkan
pembicaraan. Yua berlalu dari hadapan Willy dan Kimmy tanpa menoleh ke
arah Willy. Mereka berdua masih mematung melihat kepergian Yua.
*bersambung
0 komentar:
Posting Komentar