Keesokan harinya...
Seorang pemuda berperawakan jangkung, berkulit putih dan berhidung
mancung terlihat sedang menanti seseorang. Dia berdiri di bawah pohon
yang rindang yang mampu mengahalangi dari sorotan matahari. Telinganya
tersumpal dengan headset yang mengalirkan suara dari lagu-lagu bergenre
PopRock. Kepalanya mengangguk-angguk pelan, tangan kirinya memegang
i-pod dan tangan yang satu lagi mengetuk-ketuk kecil pahanya, rupanya
dia sangat menikmati lagu yang terputar saat itu.
"Kak Willy!" Panggil seseorang. Namun sang empunya nama masih asyik
dengan dunianya. Dan rupanya akibat headset yang masih bertengger di
telinganya dan musik yang terputar lumayan keras itu membuat dia tak
mendengar ada orang yang memanggilnya.
"Kak Willy!" Ucap orang itu dengan sedikit berteriak. Teriakan itu
ternyata mampu membuat si empunya nama menoleh ke arah suara lalu dengan
cepat ia melepaskan headsetnya dan mematikan lagu yang sedari tadi
menemaninya.
"Eh Yua." Ucap Willy sambil memamerkan senyum indahnya dan membuat sang gadis tersipu.
"Oh ya, kak Willy udah lama?" Tanya Yua.
"Hmm, gak kok, lumayanlah." Katanya dengan gaya santainya. "Oh ya,
berangkat sekarang, yuk!" Ajak Willy sambil memegang erat pergelangan
tangan Yua. Yua mengangguk dan tersenyum menanggapinya.
***
"Kak Willy.. Kak Willy.. Naik itu, yuk!" Ajak Yua sambil menunjuk ke wahana permainan Histeria.
"Aduh, Yua. Ng ng gimana yaa?" Jawab Willy ragu-ragu.
"Ah kak Willy kelamaan mikirnya." Ucap Yua sambil menarik tangan
Willy sampai akhirnya mereka sampai di tempat antri wahana tersebut.
Terlihat jelas wajah kepanikan di muka Willy, namun dia berusaha
menutupinya di depan Yua.
Yups! Hari ini mereka sedang menikmati hari Minggunya untuk
bermain-main di Dufan. Willy memberanikan diri untuk mengajak Yua
nge-date. Dan Yua pun menyanggupinya karena memang ini yang dia
tunggu-tunggu.
"Gimana kak? Seru, kan?" Tampaknya Yua tersenyum puas karena dia telah menaklukan wahana tersebut.
"Kak Willy, gimana nih? Seru kan, kak?" Tanya Yua sekali lagi. Yua heran karena tak ada respon dari seorang Willy.
"Ihh, kak Will.." Yua tak melanjutkan bicaranya ketika dia menoleh
ke belakang. Dengan sigap Yua berlari menghampiri seseorang yang sedang
berjongkok sambil memijat kepalanya.
"Kak Willy kenapa?" Pekik Yua. Kepala Willy mengadah ke atas lalu
menunduk kembali. Terlihat sekali wajahnya pucat, keringat dingin keluar
membasahi keningnya. Sesekali Willy memijati kepalanya.
"Kak Willy kenapa?" Tanya Yua lagi. Yua sangat khawatir dengan
keadaan Willy. Willy menggeleng pelan lalu dengan sekuat tenaga dia
berdiri walau sedikit oleng akibat pening mendadak hinggap di kepalanya.
Yua yang melihat Willy hampir oleng dengan cekatan memapah Willy ke
bangku terdekat. Yua meronggoh tasnya lalu mengambil beberapa tissue
lalu di berikannya kepada Willy. Willy menerima tissue itu lalu
mengelapnya kepada wajahnya yang basah oleh keringat. Yua meronggoh
tasnya kembali dan mengambil sebotol kayu putih yang berukuran kecil
yang selalu dia bawa kemanapun lalu menuangkannya sedikit ke telapak
tangannya. Dengan tangan satunya Yua menyilakan poni Willy lalu
mengoleskan kayu putih itu pada kepala Willy. Willy yang sempat kaget
dengan perlakuan Yua, hanya terdiam menikmati pijatan Yua pada kepalanya
itu. Dia merasa peningnya sudah berangsur pergi. Dalam hati Willy dia
merasa senang karena mendapatkan perhatian dari Yua. Diliriknya Yua yang
sedang serius memijatnya, terlihat pula olehnya raut kekhawatiran yang
tersirat dari paras ayu Yua. Perlahan Willy memegang tangan Yua yang
sedari tadi memijatnya lalu di turunkan dari kepalanya.
"Maaf, kak. Yua udah lancang." Ucap Yua sedikit menyesal lalu
menundukan kepalanya. Willy mengangkat dagu Yua sehingga wajah cantiknya
itu terlihat jelas oleh Willy.
"Makasih ya." Ucap Willy sambil mengembangkan senyumnya.
"Makasih untuk apa?" Ucap Yua terheran-heran. Dikiranya Willy akan
marah akan kelancangannya tadi karena tiba-tiba dia memijitnya tanpa
izin.
"Makasih karena kamu udah perhatian sama kakak." Kata-kata Willy
membuat wajah Yua bersemu merah. "Dan pijitan kamu juga udah membuat
kakak lebih enakan. Lain kali minta pijitin boleh kali ya. Hehe." Canda
Willy.
"Ih, kakak apaan sih." Yua memukul pelan bahu Willy. Dan Willy tersenyum menanggapinya.
"Oh, ya, kak. Kalo boleh tau, tadi kakak kenapa? Kok bisa tiba-tiba pucet gitu?" Tanya Yua penasaran.
"Kamu mau tau aja?" Yua mengangguk cepat. "Atau mau tau banget?" Tanya Willy mempermainkan Yua.
"Idih, kak Willy cepetan napa! Kenapa sih emangnya?!" Tanya Yua
dengan sedikit kesal karena penasarannya yang sudah tingkat akut itu.
"Tapi kamu janji ya, gak bakal ketawain kakak?!" Ucap Willy sambil mengacungkan jari kelingkingnya.
"Iya iya janji deh gak bakalan ketawain." Ucap Yua sambil mengaitkan
kelingkingnya pada kelingking Willy. Willy menghela nafasnya dengan
berat.
"Ng hmm ng sebenernya ng kakak takut sama ketinggian." Ucap Willy
dengan nada ragu dan pelan. Yua hanya mangut-mangut menanggapinya.
Sebenarnya Yua ingin sekali tertawa namun dia harus menahan tawanya
karena dia sudah berjanji pada Willy untuk tidak menertawakannya.
"Oh gitu, kenapa kakak gak bilang sama Yua? Jadi gini, kan?" Ucap
Yua sambil menahan tawanya. Willy yang melihat ekspresi Yua seperti itu,
langsung mencubit pipi chubby Yua.
"Tuh kan, malah di ketawain." Ucap Willy sambil mengerucutkan bibir
tipisnya. Willy terus-terusan mencubit pipi Yua ke kiri dan ke kanan.
"Aww. Aww. Sakit kak! Lepasin!" Yua mencoba melepaskan tangan Willy tapi tetap tidak bisa.
"Kak Willy, lepasin!" Rengek Yua. Karena tak tega melihat Yua, Willy pun melepaskannya.
"Iya iya udah di lepasin. Oke sebagai hukumannya karena kamu telah
melanggar perjanjian tadi, kamu harus traktir kakak ice cream, oke!"
Ucap Willy sambil mengeret Yua mencari tukang ice cream, tanpa
memperdulikan lirikan envy dari para pasangan remaja yang sedang
berkunjung kesana.
"Hmm, numnum."
"Aduh Yua, kalo makan ice cream itu jangan kayak anak kecil dong.
Tuh liat belepotan kemana-mana." Ucap Willy sambil mengelap bibir Yua.
Yua tersentak tangannya dengan refleks memegang tangan Willy. Willypun
mematung menatap Yua yang sedang menatapnya pula tanpa melepaskan
tangannya.
PLUK! Ice cream yang berada di tangan Yua pun jatuh ke tanah dan
membuat mereka tersadar dari diam sesaatnya. Mereka berdua tampak
salting dengan kejadian tadi.
"Hmm, Yu." Panggil Willy.
"Apa kak?" Tanya Yua dengan kikuk.
Keheningan kembali tercipta di antara mereka berdua. Walaupun suasana disana sangat ramai.
"Mau gak, Yua jadi pacar kakak?"
Degdegdeg. Jantung Yua berdegup cepat.
"Hmm..." Ketika Yua ingin menjawab, tiba-tiba Willy bersuara.
"Mungkin ini terlalu cepat. Tapi bukankah cinta itu datang dimana
saja, kapan saja dan pada siapa saja. Kakak cinta sama Yua. Maaf, kakak
gak terlalu pinter ngerangkai kata-kata. Yua mau kan, jadi pacar kakak?"
"Kakak gak perlu pinter dalam berkata-kata cuma untuk meluluhkan
hati Yua. Yua cuma butuh bukti nyata kalau kakak bener-bener cinta sama
Yua."
"Terus apa yang harus kakak buktiin?"
"Menjaga hati ini!" Yua memegang dadanya. "Menjaga hati kakak." Lalu
Yua memegang dada Willy. "Dan menjaga hati kita." Yua menggenggam
tangan Willy dan Willypun membalas pegangan itu. Dan menatap Yua dengan
lembut.
"Jadi, kamu mau jadi pacar kakak?"
Yua mengangguk lalu dengan senangnya Willy memeluk erat gadis yang telah menjadi kekasihnya itu.
Dan kamu mengisi hatiku yang kosong
Dan kamu mewarnai hidupku yang sepi
*bersambung
Sabtu, 30 Juni 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar